Sejarah Inang-inang, Penjual Duit Receh yang Laris Jelang Lebaran

Sejarah Inang-inang, Penjual Duit Receh yang Laris Jelang Lebaran

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Rabu, 29 Mei 2019 15:24 WIB
Ilustrasi/Foto: Fadhly Fauzi Rachman
Jakarta - Kehadiran inang-inang menjadi salah satu fenomena unik yang ada di Jakarta. Meski bukan di Tanah Batak, namun sebutan inang-inang akrab di telinga warga Jakarta, khususnya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Inang-inang adalah sebutan untuk mereka yang menawarkan jasa penukaran uang receh di pinggir jalan. Sebutan inang-inang disematkan kepada mereka lantaran orang-orang ini umumnya adalah wanita paruh baya (ibu-ibu) yang berasal dari Sumatera Utara.

Sebut saja Irma (nama samaran) nenek bagi empat orang cucu ini sudah melakoni peran sebagai inang-inang selama 20 tahun di Jakarta. Masa sekolahnya dia habiskan di Balige, Sumatera Utara sebelum akhirnya merantau ke Jakarta, berkeluarga dan membesarkan anak-anaknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sudah hampir 20 tahun saya kerja begini. Tiap hari begini karena ada juga langganan toko-toko," katanya kepada detikFinance saat ditemui di kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu (29/5/2019).


Irma bilang awalnya ia bekerja menjadi penukar uang receh lantaran diajak oleh temannya yang lebih dulu melakoni profesi serupa. Jasa penukaran uang receh dilakukan lantaran bank saat itu memiliki keterbatasan waktu penukaran uang.

Lokasi Kota Tua sendiri identik dengan 'markas' inang-inang lantaran aktivitas penukaran uang dari inang-inang berawal dari lokasi di dekat Museum Bank Indonesia (BI) yang ada di Kota Tua.

"Karena dulu kan kita nukarnya di BI (sekarang museum BI) ceritanya. Ya begitulah seterusnya. Waktu masih aktif (museum BI) kan dulu di sini (penukaran uang). Eh ternyata ada yang nyari. Karena siang mereka sudah tutup," katanya.

Alhasil, bisnis yang dijalankan pun berlanjut hingga menjadi pekerjaan sehari-hari. Jasa penukaran uang juga dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan para pengusaha kelontong, pertokoan hingga hajatan.

"Kalau hari biasa toko-toko atau yang pesta-pesta," kata Irma.

Sepatu kets, celana jeans, baju kaos lengan panjang, penutup muka dan topi, lengkap dengan sarung tangannya dan segepok uang pecahan yang sudah dibungkus rapi dengan plastik. Itu adalah 'kostum' mereka yang membuat kita dapat mengenalinya dengan mudah.


Uang pecahan Rp 2.000 hingga Rp 20.000 menjadi yang paling banyak disiapkan oleh inang-inang. Tas yang sudah digembok berisikan sejumlah uang pecahan juga disiapkan sebagai suplai penukaran uang.

Kini jasa inang-inang semakin marak. Tak cuma ibu-ibu, para pria juga ada yang menawarkan jasa serupa. "Biasanya itu kerabat-kerabatnya (inang-inang) juga. Anaknya atau saudaranya," kata Irma.

Namun semakin tahun omzet penukaran uang receh dia bilang terus berkurang. Terlebih dengan semakin banyaknya titik penukaran uang dan nominal yang disediakan oleh Bank Indonesia (BI).

"Kan pemerintah sudah keluarkan uang berapa triliun kan. Jadi ini, orang luar kota juga ngambilnya ke Jakarta, jadi stoknya kurang," katanya. (eds/ara)

Hide Ads