Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Ali Jamil yang turut hadir saat melepas ekspor kopi, mengatakan telah melakukan harmonisasi aturan perkarantinaan di negara-negara tujuan ekspor baru.
Jamil juga mengatakan bahwa langkahnya sesuai dengan instruksi Menteri Pertanian untuk mencari terobosan ekspor dan akses komoditas pertanian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mendorong akses pasar baru. Ini bagian dari upaya strategis Barantan dalam meningkatkan dan percepatan ekspor komoditas pertanian," ucap Jamil dalam keterangan Kamis (13/6/2019).
Ia juga memaparkan empat upaya strategis yang dilakukan guna mendorong ekspor. Pertama, meningkatkan jumlah eksportir, terutama di kalangan milenial. Kedua, diversifikasi komoditas dengan minimal produk setengah jadi.
Ia mencontohkan kalajengking kering, komoditas asal Jawa Timur yang sudah tembus di pasar Korea Selatan. Sepanjang 2019 saja, 150 kg kalajengking kering sudah diekspor dengan nilai ekonomi mencapai Rp 3,75 miliar.
"Atau pucuk kapri ke Taiwan dan masih banyak produk baru dengan peluang ekspor besar," ujarnya.
Lanjut Jamil, upaya strategis ketiga adalah peningkatan frekuensi pengiriman komoditas pertanian dan keempat yaitu dengan meningkatkan volume komoditas.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak Fauzi, melaporkan bahwa rata-rata sertifikasi ekspor di wilayahnya untuk komoditas tumbuhan sebanyak 120 kali per hari dan komoditas hewan sebanyak 24 kali per hari.
Musyaffak melaporkan nilai ekspor pada 10-11 Juni untuk komoditas tumbuhan dan hewan mencapai 111,92 miliar.
Ia juga menambahkan bahwa potensi komoditas pertanian unggulan asal Jawa Timur sangat besar dan telah mampu menyumbang PDB cukup siginifikan. Misalnya, periode Januari-Mei 2019, tercatat nilai ekspor hewan sebesar 4,8 triliun dan nilai ekspor tumbuhan sebesar 14 triliun.
Menurut Musyaffak, Karantina Pertanian Surabaya juga melakukan pemusnahan komoditas pertanian ilegal senilai 286 juta rupiah, komoditas pertanian atau media pembawa hama penyakit hewan karantina (HPHK), dan organisme pengganggu tumbuhan karantian (OPTK).
Lanjut Musyaffak, pemusnahan ini dilakukan karena telah melanggar pasal 5 dan 6 UU Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
"Selain untuk memberikan efek jera kepada pelaku, juga untuk menegakkan hukum dan kewibawaan pemerintah," pungkasnya. (ega/hns)