Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan asumsi tersebut dilakukan karena adanya ketidakpastian global yang diprediksi masih terjadi pada 2020 mendatang.
Ketidakpastian tersebut adalah masih berlangsungnya perang dagang oleh Amerika Serikat (AS) dan China. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi global lebih lambat dari perkiraan sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor selanjutnya adalah masih tingginya impor, karena Indonesia membutuhkan investasi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
Menurut dia, salah satu indikator investasi yakni Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ditargetkan Sri Mulyani pada 2020 untuk tumbuh 7-7,4%.
Pertumbuhan investasi di perkiraan tersebut dibutuhkan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi ke rentang 5,3% hingga 5,6% pada 2020. Sedangkan, sumber tekanan terhadap kurs yang ketiga adalah stagnasi harga komoditas yang akan mempengaruhi kinerja ekspor Indoneisa.
Baca juga: Pusat Bisnis Hong Kong Tutup Imbas Demo |
Sekadar informasi, Indonesia masih mengandalkan komoditas seperti batu bara dan minyak sawit mentah untuk ekspor.
"Namun, selain depresiasi, di 2020, ada juga faktor yang akan mendorong apresiasi rupiah seperti tidak berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter The Fed, Bank Sentral AS, dan masuknya arus modal asing seiring membaiknya perekonomian domestik," kata. (dna/dna)