Hal itu dia sampaikan dalam Raker Komisi XI kemarin, 17 Juni 2019 yang ditulis dari setkab.go.id, Selasa (18/6/2019).
Dia menjelaskan kebijakan pengelolaan ekonomi makro dalam mencapai tujuan pembangunan termasuk instrumen utang bersifat fleksibel. Jika kondisi ekonomi sudah membaik maka utang akan dikurangi sehingga ruang fiskal di APBN dapat ditingkatkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengingatkan utang harus dilihat sebagai alat bukan tujuan. Misalnya pemerintah giat mengeluarkan surat utang yang bersifat retail (kecil) kepada masyarakat dalam negeri antara lain untuk memperluas pasar investasi.
Baca juga: Utang Luar Negeri RI Jadi Rp 5.528 T |
Jika masyarakat dalam negeri lebih dominan berinvestasi di pasar utang pemerintah, diharapkan akan mengurangi volatilitas ketika terjadi goncangan ekonomi global.
"Fiskal (policy) itu didesain terutama defisitnya bukan sebagai stand alone policy (kebijakan yang berdiri sendiri) tetapi dia adalah bagian dari pengelolaan ekonomi makro di dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan," tegasnya.
Dia memastikan bahwa utang dikelola sesuai amanat Undang-undang Nomor 17. Dia juga menjelaskan para pihak seharusnya tidak hanya fokus pada jumlah utang namun juga dari sisi kualitas alokasi belanja pemerintah yang digunakan untuk sektor-sektor produktif.
"Kami sangat hati-hati, extremely hati-hati mengelola utang. (Indikatornya antara lain) risiko bunga utang mengalami penurunan yang konsisten sejak mendapatkan investment grade sampai sekarang. Risiko valas kita upayakan menurun sekarang di bawah 40%. Utang jatuh tempo kita dalam waktu 3 tahun tetap stabil," tambahnya.
Baca juga: Utang Luar Negeri RI Capai Rp 5.528 Triliun |