Pentingnya Pelabuhan Marunda Pangkas Waktu Bongkar Muat

Pentingnya Pelabuhan Marunda Pangkas Waktu Bongkar Muat

Muhammad Idris - detikFinance
Kamis, 20 Jun 2019 15:34 WIB
Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta - Sejak beroperasinya Pelabuhan Marunda, bongkar muat barang muatan curah kapal tak lagi bergantung di Pelabuhan Tanjung Priok. Secara perlahan, muatan curah dialihkan ke pelabuhan yang berada di Cilincing tersebut. Imbasnya, berkurangnya penumpukan kontainer secara tak langsung mengurangi biaya logistik.

Ketua Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Nofrisel, mengungkapkan membaiknya infrastruktur kepelabuhan di Jakarta membuat biaya yang ditanggung pengusaha menjadi lebih efisien. Tak cukup itu, menurutnya, kepastian waktu jadi faktor penentu lain dalam upaya penurunan biaya logistik.

Dengan sedikit terurainya penumpukan bongkar muat di Priok setelah beroperasinya Pelabuhan Marunda, menjadikan waktu tunggu barang yang keluar dari pelabuhan menjadi lebih cepat dan terukur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya lihat kata kuncinya, kita butuh kepastian. Logistik itu butuh kepastian, kalau saya nggak yakin barang keluar pelabuhan dalam sekian time line itu, tidak tersedia (kepastiannya), truknya dari Cikampek ke pelabuhan nggak bisa hitung, saya kan worry, itu cost, beban ke kita," ungkap Nofrisel dalam keterangannya, Kamis (20/6/2019).


Di sisi lain, Pelabuhan Marunda yang dikelola PT Karya Citra Nusantara (KCN) baru mengoperasikan 1 dermaga (pier). Karena 2 dermaga lainnya belum juga selesai, Marunda baru melayani bongkar muat kapal muatan curah di dermaga pier I, itu pun baru beroperasi sepanjang 800 meter dari total pier I yang memiliki panjang 1.950 meter.

"Pelabuhan ini snagat penting. Karena secara kapasitas kita sudah tak bisa jangka panjang gunakan Priok, jadi langkah cari pelabuhan pengumpul baru seperti KCN Marunda itu sudah benar secara vision.

KCN sendiri merupakan anak perusahaan antara KTU dan KBN yang berdiri tahun 2005 yang dibentuk untuk mengelola Pelabuhan Marunda. KCN dibentuk setelah KTU memenangkan tender kerja sama sebagai mitra bisnis di tahun 2004 pembangunan pelabuhan di garis pantai dari Muara Cakung Drain sampai dengan Sungai Blencong, dengan pembagian saham 15% KBN berupa goodwill dan 85% dimiliki KTU.

Lanjut dia, pengusaha logistik selalu dipusingkan dengan tingginya biaya logistik. Besarnya biaya logistik ini sangat berpengaruh pada daya saing Indonesia.


"Kalau dari sisi market kita butuh. Berdasarkan evaluasi di bawah 15% dari GDP, sekarang kan (biaya logistik) di atas 20%, tinggi sekali, di antara itu juga terganggu oleh kualitas dari pelayanan. Kontribusi cost terbesar transportasi sekitar 39%, kalau pemerintah bangun fasilitas infrastruktur transportasi sangat efektif, selain itu pergudangan dan pelabuhan. pelabuhan itu bisa membuka semacam ruang cost efisiensi di 18-20%," tutupnya. (mpr/hns)

Hide Ads