-
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membuka wacana untuk merealisasikan transportasi umum O-Bahn Busway. Transportasi ini merupakan gabungan dari bus rapid transit (BRT) dengan light rapid transit (LRT).
O-Bahn Busway dianggap sebagai solusi transportasi perkotaan. Pasalnya, dia dapat melayani di jalan raya umum maupun jalur khusus seperti rel yang tidak bisa digunakan kendaraan lain.
Pemerintah masih berupaya menghadirkan transportasi umum yang memadai. Terbaru, pemerintah ingin mengawinkan bus rapid transit dengan light rail transit, bernama O-Bahn.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengatakan sebelum merealisasikan wacana ini yang akan dilakukan adalah mengubah kebiasaan masyarakat.
"Konsep Kemenhub adalah kita sedang mendorong, mengubah opini masyarakat terhadap angkutan umum bus," kata Budi saat acara ngobrol seru transportasi O-Bahn di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
O-Bahn adalah transportasi massal berkonsep smart train. O-Bahn merupakan perpaduan antara bus rapid transit (BRT) dengan light rapit transit (LRT). Pengoperasiaannya pun bisa menggunakan jalan umum dan memiliki jalur khusus seperti rel.
Wacana O-Bahn, kata Budi juga menyusul pelaksanaan pengadaan bus oleh Kementerian Perhubungan sudah mencapai ribuan bus. Di mana, penggunaannya untuk bus rapid transit (BRT).
Budi mengungkapkan, untuk merealisasikan O-Bahn juga dibutuhkan regulasi. Saat ini, lanjut dia ada hak parlemen untuk merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan.
Pemerintah masih berupaya menghadirkan transportasi umum yang memadai. Terbaru, pemerintah ingin mengawinkan bus rapid transit dengan light rail transit, bernama O-Bahn.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengatakan sebelum merealisasikan wacana ini yang akan dilakukan adalah mengubah kebiasaan masyarakat.
"Konsep Kemenhub adalah kita sedang mendorong, mengubah opini masyarakat terhadap angkutan umum bus," kata Budi saat acara ngobrol seru transportasi O-Bahn di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
O-Bahn adalah transportasi massal berkonsep smart train. O-Bahn merupakan perpaduan antara bus rapid transit (BRT) dengan light rapit transit (LRT). Pengoperasiaannya pun bisa menggunakan jalan umum dan memiliki jalur khusus seperti rel.
Wacana O-Bahn, kata Budi juga menyusul pelaksanaan pengadaan bus oleh Kementerian Perhubungan sudah mencapai ribuan bus. Di mana, penggunaannya untuk bus rapid transit (BRT).
Budi mengungkapkan, untuk merealisasikan O-Bahn juga dibutuhkan regulasi. Saat ini, lanjut dia ada hak parlemen untuk merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan.
Dirjen Perkeretaapian Zulfikri mengatakan, biayanya akan lebih mahal daripada pengadaan busway.
Nantinya, O-Bahn akan dioperasikan dengan jalur khusus layaknya light rail transit. Maka dari itu, modal pengadaan O-Bahn sendiri akan lebih mahal.
"Secara umum berdasarkan referensi bahwa pembangunan O-Bahn 20% lebih mahal dari busway. Tapi kalau kita lihat dari produktivitas, memang untuk O-Bahn itu lebih mahal 0,14 dolar Australia dibandingkan terhadap passenger per kilometernya," kata Zulfikri dalam diskusi transportasi Kemenhub, di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Perbandingan tersebut berkaca pada referensi yang diambil Kemenhub dari Australia yang sudah mengoperasikan layanan transportasi OO-Bahn ini.
Meski begitu, Zulfikri mengatakan bahwa produktivitas o-Bahn akan jauh lebih baik dibandingkan dengan busway. Karena, biaya operasinya akan lebih murah. Kemudian, jarak tempuh lebih cepat dengan kapasitas penumpang yang sama seperti busway, yakni 300 orang. Lalu, apabila dibandingkan dengan kereta, modal o-Bahn 30% lebih murah.
Namun, sejauh ini pemerintah sendiri masih melakukan kajian. Rencananya, Kemenhub akan mengajukan rencana untuk melakukan studi ke negara-negara lain yang sudah menerapkan transportasi ini seperti Australia, China, dan Jepang.
Dirjen Perkeretaapian Zulfikri mengatakan, biayanya akan lebih mahal daripada pengadaan busway.
Nantinya, O-Bahn akan dioperasikan dengan jalur khusus layaknya light rail transit. Maka dari itu, modal pengadaan O-Bahn sendiri akan lebih mahal.
"Secara umum berdasarkan referensi bahwa pembangunan O-Bahn 20% lebih mahal dari busway. Tapi kalau kita lihat dari produktivitas, memang untuk O-Bahn itu lebih mahal 0,14 dolar Australia dibandingkan terhadap passenger per kilometernya," kata Zulfikri dalam diskusi transportasi Kemenhub, di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Perbandingan tersebut berkaca pada referensi yang diambil Kemenhub dari Australia yang sudah mengoperasikan layanan transportasi OO-Bahn ini.
Meski begitu, Zulfikri mengatakan bahwa produktivitas o-Bahn akan jauh lebih baik dibandingkan dengan busway. Karena, biaya operasinya akan lebih murah. Kemudian, jarak tempuh lebih cepat dengan kapasitas penumpang yang sama seperti busway, yakni 300 orang. Lalu, apabila dibandingkan dengan kereta, modal o-Bahn 30% lebih murah.
Namun, sejauh ini pemerintah sendiri masih melakukan kajian. Rencananya, Kemenhub akan mengajukan rencana untuk melakukan studi ke negara-negara lain yang sudah menerapkan transportasi ini seperti Australia, China, dan Jepang.
Karena masih wacana, Kementerian Perhubungan pun belum menentukan akan menerapkan transportasi baru ini di kota mana saja. Apakah DKI Jakarta membutuhkannya?
Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan pihaknya harua mengkaji terlebih dahulu untuk menentukan kota mana saja yang akan diterapkan O-Bahn.
"Kita butuh kajian saya kira ya," kata Budi saat acara ngobrol seru transportasi O-Bahn di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Jakarta sendiri sampai saat ini sudah memiliki segudang fasilitas transportasi umum yang bisa dinikmati masyarakat. Mulai dari Bus Transjakarta, Kereta Commuter Line (KRL Jabodetabek), MRT, hingga LRT.
Oleh karena itu, dirinya pun harus mengkaji terlebih dahulu mengenai DKI Jakarta masih membutuhkan O-Bahn atau tidak.
Pasalnya, lanjut Budi, pengoperasian O-Bahn di negara-negara seperti Australia ditujukan kepada daerah yang selama ini tidak terakomodasi oleh transportasi berbasis rel.
Karena masih wacana, Kementerian Perhubungan pun belum menentukan akan menerapkan transportasi baru ini di kota mana saja. Apakah DKI Jakarta membutuhkannya?
Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan pihaknya harua mengkaji terlebih dahulu untuk menentukan kota mana saja yang akan diterapkan O-Bahn.
"Kita butuh kajian saya kira ya," kata Budi saat acara ngobrol seru transportasi O-Bahn di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Jakarta sendiri sampai saat ini sudah memiliki segudang fasilitas transportasi umum yang bisa dinikmati masyarakat. Mulai dari Bus Transjakarta, Kereta Commuter Line (KRL Jabodetabek), MRT, hingga LRT.
Oleh karena itu, dirinya pun harus mengkaji terlebih dahulu mengenai DKI Jakarta masih membutuhkan O-Bahn atau tidak.
Pasalnya, lanjut Budi, pengoperasian O-Bahn di negara-negara seperti Australia ditujukan kepada daerah yang selama ini tidak terakomodasi oleh transportasi berbasis rel.