Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan defisit neraca perdagangan secara kumulatif dipicu impor migas (minyak dan gas) tinggi.
"Neraca perdagangan memang menjadi perhatian, karena selama Januari-Mei 2019 masih defisit US$ 2,14 miliar," kata Suhariyanto di Kantor BPS Pusat, Jakarta, Senin (24/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka defisit neraca perdagangan secara kumulatif berasal dari nilai total ekspor sebesar US$ 68,46 miliar dan nilai impornya sebesar US$ 70,60 miliar atau defisit US$ 2,14 miliar.
Jika dilihat lebih dalam, total nilai ekspor migas tercatat US$ 5,34 miliar sedangkan impor migasnya US$ 9,08 miliar, sehingga secara kumulatif kinerja migas defisit US$ 3,74 miliar.
Sedangkan untuk total nilai ekspor non migas tercatat US$ 63,11 miliar dan impornya sebesar US$ 61,51 miliar, sehingga terjadi surplus US$ 1,60 miliar.
"Walaupun non migas surplus, tapi karena migasnya defisit US$ 7,7 miliar, maka secara kumulatif masih defisit US$ 2,14 miliar," jelas dia.
Suhariyanto menambahkan pemerintah masih bisa memperbaiki neraca perdagangan Indonesia dengan menggenjot ekspor berbasis non komoditas tetapi produk hasil hilirisasi. (hek/hns)