Pertama mengoptimalkan bauran kebijakan yang akomodatif yakni moneter dan makroprudensial. Hal ini untuk menjaga stabilitas sistem keuangan untuk mendorong perekonomian dan meningkatkan bisnis.
Kemudian ini juga untuk mencegah tekanan inflasi yang tinggi untuk merespons suku bunga global. Selain itu menurut Destry BI juga perlu menjaga likuiditas perbankan untuk menjalankan fungsi intermediasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan saat ini sebagai anggota komite stabilitas sistem keuangan (KSSK) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Kementerian Keuangan partisipasi aktifnya harus diperkuat untuk menambah daya tahan bank untuk likuiditas.
Kedua, Destry menyebut pendalaman di sektor keuangan turut mendorong pembangunan ekonomi. Hal ini karena rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia hanya 37% sedangkan Thailand 115%. Kemudian kapitalisasi pasar modal Indonesia saat ini baru 46% sedangkan di Thailand 96% dan Malaysia 110%.
Kemudian rasio outstanding obligasi terhadap PDB baru mencapai 19% sedangkan Thailand 80% dan Malaysia 100%. Dia mengatakan strategi pendalaman pasar keuangan untuk penyedia dana harus diperhatikan dari sisi penunjang seperti bank, asuransi, sekuritas dalam pengadaan instrumen keuangan.
Menurut dia, BI harus terus berinovasi untuk sumber pembiayaan baru dan sumber pembiayaan baru misalnya sekuritisasi efek beragun aset hingga masalah hedging atau lindung nilai.
Ketiga, Destry menyoroti perkembangan digital di Indonesia. Menurut dia tantangan sektor perbankan makin nyata karena banyak layanan financial technology yang mengambil alih peran bank. "Dari BI ini jadi tantangan besar untuk pola transaksi non tunai, pelaku tidak hanya dari bank tapi juga non bank. Harus ada inovasi sistem pembayaran agar semakin aman dan inklusif," jelas dia.
Dia menjelaskan pembayaran secara digital pada Maret 2018-Februari 2019 tumbuh hingga 73% sementara volume uang elektronik 40%. Sepanjang 2018 total transaksi uang elektronik mencapai Rp 47 triliun dengan volume transaksi mencapai 2,9 serta instrumen kumulatif pada 2018 mencapai 167 juta pada 2018.
Destry juga memperhatikan masalah Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) untuk sistem pembayaran yang terkoneksi dan interoperabilitas. Menurut dia dengan GPN ini transaksi domestik harus dicatat di dalam negeri dan meningkatkan kemandirian bangsa. Selain itu GPN juga mempermudah pemerintah dalam menjalankan bantuan sosial, elektronifikasi jalan tol, elektronifikasi di pemerintah daerah, dana desa hingga bantuan operasional sekolah.
Selanjutnya adalah pengembangan keuangan syariah yang selama ini dinilai belum signifikan. Dia menyebut pada April 2019 tercatat 5,95% untuk perbankan, 4,2% untuk keuangan non bank dan 15% untuk pasar modal. Menurut dia sektor syariah memiliki potensi yang besar. Karena itu BI merumuskan strategi untuk membangun mata rantai ekonomi halal baik skala kecil atau besar.
Terakhir adalah Destry akan fokus pada sinergi dengan pemerintah, OJK dan DPR. Menurut dia sinergi antar lembaga sangat dibutuhkan karena permasalahan yang semakin kompleks. Misalnya dengan OJK untuk menjalankan kebijakan makroprudensial dan mikroprudensia.
Dengan Kementerian Keuangan untuk harmonisasi kebijakan moneter dan fiskal. Lalu dengan pemerintah untuk sistem pembayaran dan fintech. "Koordinasi yang baik dengan DPR juga dibutuhkan," imbuh dia.
(kil/ara)