Ini Alasan Pengusaha Minta Jokowi Revisi UU Ketenagakerjaan

Ini Alasan Pengusaha Minta Jokowi Revisi UU Ketenagakerjaan

CNBC Indonesia - detikFinance
Rabu, 03 Jul 2019 11:16 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai Undang Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan saatnya direvisi. UU yang sekarang, dinilai terlalu kaku.

Dilansir CNBC Indonesia, Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Sofjan Wanandi sepakat dengan buruh ataupun pengusaha yang tidak menyukai UU Ketenagakerjaan yang berlaku. Akibatnya, kata Sofjan, tak banyak investasi yang masuk di sektor padat karya.

"Visi UU itu menurut kita tidak memungkinkan kita untuk berinvestasi di labor-intensive, karena banyak aturan yang kalau dihitung-hitung lebih merugikan dibanding menguntungkan kita. Terutama dalam menghadapi persaingan, ya dengan China atau Vietnam," kata Sofjan kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/7/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sofjan menyebut UU itu terlalu kaku, contohnya aturan soal gaji yang ditentukan oleh kepala daerah (Gubernur, Bupati atau Walikota). Lalu ada pula ketentuan pesangon yang begitu tinggi, mencapai 36 kali gaji untuk karyawan yang bekerja di atas 10 tahun.


Akibatnya, pengusaha seringkali berkonflik dengan serikat buruh dan sebagian besar keluar dari sektor padat karya. Kalaupun masih ada pengusaha yang mau berinvestasi di padat karya, mereka lebih sedikit menggunakan karyawan dan menggantikannya dengan mesin-mesin (otomatisasi).

"Ini yang menurut saya tidak baik kalau kita mau menyelesaikan pengangguran di Indonesia, apalagi banyak sektor informal dan unskilled yang memerlukan kepastian di UU tersebut, terutama tentang buruh," jelas dia.

Selain itu, UU Ketenagakerjaan yang ada saat ini, menurut Sofjan, juga menyamarkan perbedaan kewajiban antara pemberi kerja di sektor industri kecil dan menengah (IKM/UMKM) dengan pemberi kerja di perusahaan besar.



"UKM kita nggak mungkin membayar upah yang sama dengan perusahaan besar, karena perusahaan besar juga lebih banyak skilled workers. Bayangkan hotel bintang lima dan bintang satu upahnya. Ini harus diperbaiki," pungkasnya.


(zlf/zlf)

Hide Ads