Dilansir CNBC Indonesia, Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Sofjan Wanandi sepakat dengan buruh ataupun pengusaha yang tidak menyukai UU Ketenagakerjaan yang berlaku. Akibatnya, kata Sofjan, tak banyak investasi yang masuk di sektor padat karya.
"Visi UU itu menurut kita tidak memungkinkan kita untuk berinvestasi di labor-intensive, karena banyak aturan yang kalau dihitung-hitung lebih merugikan dibanding menguntungkan kita. Terutama dalam menghadapi persaingan, ya dengan China atau Vietnam," kata Sofjan kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya, pengusaha seringkali berkonflik dengan serikat buruh dan sebagian besar keluar dari sektor padat karya. Kalaupun masih ada pengusaha yang mau berinvestasi di padat karya, mereka lebih sedikit menggunakan karyawan dan menggantikannya dengan mesin-mesin (otomatisasi).
"Ini yang menurut saya tidak baik kalau kita mau menyelesaikan pengangguran di Indonesia, apalagi banyak sektor informal dan unskilled yang memerlukan kepastian di UU tersebut, terutama tentang buruh," jelas dia.
Selain itu, UU Ketenagakerjaan yang ada saat ini, menurut Sofjan, juga menyamarkan perbedaan kewajiban antara pemberi kerja di sektor industri kecil dan menengah (IKM/UMKM) dengan pemberi kerja di perusahaan besar.
Baca juga: Revisi UU Ketenagakerjaan Masih Tarik Ulur |
"UKM kita nggak mungkin membayar upah yang sama dengan perusahaan besar, karena perusahaan besar juga lebih banyak skilled workers. Bayangkan hotel bintang lima dan bintang satu upahnya. Ini harus diperbaiki," pungkasnya.
(zlf/zlf)