Sentilan Jokowi ke Rini dan Jonan

Sentilan Jokowi ke Rini dan Jonan

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 09 Jul 2019 07:32 WIB
1.

Sentilan Jokowi ke Rini dan Jonan

Sentilan Jokowi ke Rini dan Jonan
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto: Agus Siswanto/detikcom
Jakarta - Tingginya impor minyak dan gas (migas) membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyentil dua menterinya yaitu Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.

Jokowi meminta kedua menterinya itu untuk berhati-hati dengan tingginya impor migas tersebut.

Sebenarnya apa yang terjadi? Berikut berita selengkapnya:

Dalam sidang kabinet paripurna, Jokowi awalnya menyinggung menurunnya ekspor secara year of year sebesar 8,6% dan impor turun sebesar 9,2%.

"Ekspor Januari sampai Mei 2019 year on year turun 8,6. Impor Januari-Mei juga turun 9,2. Hati-hati terhadap ini, artinya neraca perdagangan kita Januari-Mei ada defisit US$ 2,14 miliar," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019).

Oleh sebabnya, negara mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$ 2,14 miliar. Kemudian berkaitan dengan impor sektor migas, Jokowi meminta Jonan dan Rini berhati-hati.

"Coba dicermati angka-angka ini dari mana kenapa impor jadi sangat tinggi? Kalau didetailkan lagi migas-nya ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas, Pak Menteri ESDM yang berkaitan dengan ini, Bu Menteri BUMN yang berkaitan dengan ini, karena rate-nya yang paling banyak ada di situ," papar Jokowi.

Isu lainnya yang disinggung Jokowi adalah ekspor dan investasi. Jokowi meminta jajaran menteri/kepala lembaga tidak terjebak rutinitas.

"Semua hal seperti ini kalau kita hanya terbelit dengan rutinitas tapi kalau kita tidak berani melihat problem, melihat tantangan-tantangan riil yang kita hadapi ya kita akan sampai kapan pun kita tidak akan bisa mengatasi tantangan yang ada," kata Jokowi.

Jokowi berharap sinergitas antar-kementerian/lembaga demi tercapainya tujuan. "Saya kira kerja yang terintegrasi, kerja tim antar-kementerian ini yang harus didahulukan," sebutnya.


Neraca Perdagangan Indonesia selama ini sering tekor. Pada Mei 2019 ini neraca dagang bisa surplus lagi meski tidak besar.

Pada Mei 2019 lalu tercatat neraca dagang RI surplus US$ 210 juta. Angka ini didapat dari selisih nilai ekspor yang lebih besar daripada impor.

Nilai ekspor Mei 2019 tercatat sebesar US$ 14,74 miliar. Sementara nilai impor Mei 2019 sebesar US$ 14,53 miliar.

"Impor dengan total US$ 14,53 miliar dolar, turun 5,62% dibanding April. Dibandingkan Mei 2018 turun 17,71%," jelas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).

Berikut neraca perdagangan RI dari Januari hingga Mei 2019:

Januari defisit US$ 1,16 miliar
Februari surplus US$ 330 juta
Maret surplus US$ 540 juta
April defisit US$ 2,50 miliar
Mei surplus US$ 210 juta

Di sisi lain, Suhariyanto menjelaskan, defisit neraca perdagangan secara kumulatif dipicu impor migas (minyak dan gas) tinggi.

"Neraca perdagangan memang menjadi perhatian, karena selama Januari-Mei 2019 masih defisit US$ 2,14 miliar," kata Suhariyanto.

Angka defisit neraca perdagangan secara kumulatif berasal dari nilai total ekspor sebesar US$ 68,46 miliar dan nilai impornya sebesar US$ 70,60 miliar atau defisit US$ 2,14 miliar.

Jika dilihat lebih dalam, total nilai ekspor migas tercatat US$ 5,34 miliar sedangkan impor migasnya US$ 9,08 miliar, sehingga secara kumulatif kinerja migas defisit US$ 3,74 miliar.

Sedangkan untuk total nilai ekspor non migas tercatat US$ 63,11 miliar dan impornya sebesar US$ 61,51 miliar, sehingga terjadi surplus US$ 1,60 miliar.

"Walaupun non migas surplus, tapi karena migasnya defisit US$ 7,7 miliar, maka secara kumulatif masih defisit US$ 2,14 miliar," jelas dia.

Suhariyanto menambahkan pemerintah masih bisa memperbaiki neraca perdagangan Indonesia dengan menggenjot ekspor berbasis non komoditas tetapi produk hasil hilirisasi.

Berdasarkan laporan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati ke Jonan, impor migas oleh Pertamina turun. Laporan itu disampaikan Jonan dalam keterangan yang diterima detikFinance, Senin (8/7/2019).

Berdasarkan realisasi impor Januari-Mei 2019 dibanding periode yang sama 2018 (year on year/tahunan) total impor crude, product, dan LPG 2019 mengalami penurunan 24%. Pada tahun 2019 nilai impor US$ 7,3 miliar. Sementara, di tahun sebelumnya US$ 9,6 miliar.

Lebih rinci, untuk impor crude pada 2019 US$ 2,2 miliar. Sementara tahun sebelumnya US$ 4,3 miliar. Penurunan yang terjadi sebanyak 49%.

Kemudian, untuk produk seperti gasoline, avgas, avtur, dan gasoil pada tahun 2019 tercatat US$ 3,9 miliar. Lebih rendah dari tahun 2018 sebesar US$ 4,2 miliar.

Sementara, LPG mengalami kenaikan. Tahun 2018 impornya tercatat US$ 1,1 miliar dan di tahun 2019 tercatat US$ 1,2 miliar atau naik 7%.

"Total overall crude, product, LPG turun 24%," kata Nicke.

Penurunan ini terjadi karena beberapa sebab di antaranya optimalisasi produksi kilang, pengelolaan distribusi yang lebih efektif, dan digitalisasi 1.100 SPBU.

"Demikian laporan kami. Terimakasih atas support-nya," demikian laporan Nicke kepada Jonan.

Sebagai informasi, Presiden Jokowi menyinggung tingginya impor migas (minyak dan gas). Jokowi menegur Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno terkait hal ini.

Dalam sidang kabinet paripurna, Jokowi awalnya menyinggung menurunnya ekspor secara year of year sebesar 8,6% dan impor turun sebesar 9,2%.



Simak Video "Bahlil Beberkan Cara Indonesia Tekan Impor Migas"
[Gambas:Video 20detik]
Hide Ads