Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Minerba) Bambang Gatot menjelaskan, investasi eksplorasi pada tahun 2016 sebesar US$ 65 juta, tahun 2017 US$ 115 juta, tahun 2018 US$ 146 juta. Tahun 2019 diproyeksi US$ 274 juta dan tahun 2020 US$ 300 juta.
Bambang mengatakan, berdasarkan kajian lembaga penelitian Kanada, Indonesia punya potensi besar, namun kepastian hukum masih kurang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia melanjutkan, hal itu membuat investasi eksplorasi kecil. Lantaran, nilai investasi itu masih 1% dari anggaran eksplorasi perusahaan tambang dunia.
"Sehingga nilainya kecil dan eksplorasi sekitar dari 2016 US$ 65 juta sampai 2019 kira-kira US$ 274 juta. Dan ini kami anggap masih kecil, kalau dibandingkan budget dari pada eksplorasi diadakan perusahaan tambang dunia, kita baru mendapatkan kuenya 1%," jelas Bambang.
Sebab itu, Bambang mengatakan, pemerintah terus berbenah agar investasi terus meningkat. Sebutnya, perbaikan sistem pelayanan melalui percepatan layanan dan penyederhanaan izin.
Saat dikonfirmasi, Bambang menuturkan, masalah hukum yang dimaksud bermacam-macam. Sebutnya, karena tumpang tindih lahan dan otonomi daerah. Memang, dia mengaku, tak semua kewenangan ada di pemerintah pusat.
"Ya kita misalnya kalau ada overlapping, tumpang tindih kehutanan itu aja. Kalau nggak ada dapat izin cepat berarti kepastian hukum nggak bagus, macam-macam, kan otonomi daerah," ujarnya.
"Kalau kita penyederhanaan perizinan, yang lain bukan otoritas kita," tambahnya.
(hns/hns)