"Kami berharap hasil FSVA dapat dimanfaatkan instansi terkait sebagai acuan penetapan fokus wilayah intervensi, sehingga kita dapat bersama-sama menyelesaikan tugas besar mengentaskan daerah rentan rawan pangan dan kemiskinan," ungkap Agung, dalam keterangan tertulis, Rabu (24/7/2019).
Saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Sinergi Program Pengentasan Daerah Rentan Rawan Pangan, di Jakarta itu, Agung mengatakan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi mensyaratkan adanya kerja sama, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Melalui FGD ini, Agung berharap Bappenas membuat program bersama sebagai acuan dalam penanganan daerah rentan rawan pangan sesuai FSVA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung menjelaskan, peta FSVA ini menggambarkan visualisasi geografis hasil analisa data indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan. FSVA disusun menggunakan sembilan indikator yang mewakili tiga aspek ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan.
Hasil FSVA 2018 menunjukkan 335 kabupaten atau 81% berada dalam status tahan pangan dan 91 kota atau 93% dikategorikan tahan pangan.
"Jika dibandingkan dengan FSVA 2015, telah terjadi peningkatan status ketahanan pangan di 177 kabupaten," ujar Agung.
Senada dengan Agung, Direktur Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Kirana Pritasari mengatakan pentingnya sinergitas.
"Sinergi kementerian dan lembaga sangat tepat untuk mengatasi masalah pangan dan gizi, terutama penanganan stunting," ujar Kirana.
Dirjen Fakir Miskin Kemensos Andi M Dulung pun turut mendukung peta FSVA yang disusun BKP Kementan.
"Daerah yang peta FSVA-nya masih merah, harus diintervensi bahu membahu dengan kementerian/lembaga lain, untuk menangani daerah rentan rawan pangan. Nanti kita sinergikan dan kami punya lokasi-lokasi detailnya," ujar Andi.
Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kemendes PDT Transmigrasi, Bito Wikantoso, mengatakan sejak 2019 dana desa diprioritaskan untuk pencegahan stunting.
"Pencegahan stunting ini sangat penting untuk membangun ketahanan pangan. Kalau 4 tahun lalu fokus kepada infrastruktur desa, sekarang kami juga fokus pada perbaikan gizi masyarakat dan pencegahan stunting," ujarnya.
Rektor Universitas YARSI Jakarta, Fasli Jalil sebagai pembahas dalam FGD ini juga mengapresiasi Kementan telah menyusun FSVA. Menurutnya, hal ini merupakan langkah strategis bersama yang harus dilakukan.
"Untuk itu harus ada data by name dan by address stunting dan kemiskinan sampai di tingkat rumah tangga. Kalau ini bisa dilakukan, masalah kerentanan pangan, gizi dan stunting akan cepat teratasi secara nasional," ujar Fasli.
Dalam kesempatan itu, hadir pula dalam FGD wakil dari berbagai lintas sektor yaitu Bappenas, Kemendes PDT dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian PUPR, Kemendikbud, Kementerian Sosial, Lembaga Ketahanan Nasional, Badan Pusat Statistik, TNP2K, WFP dan undangan lainnya.
(prf/hns)