Salah satu importir di Semarang, Agung Trianto Nugroho mengungkapkan kekhawatirannya. Ia mengimpor Hand Held Terminal yang biasa digunakan untuk alat pembayaran. Alat tersebut berbasis android dan juga memiliki IMEI.
"Di alat yang kami impor ini juga ada IMEI-nya. Kami sudah impor barang sesuai prosedur, bukan black market (BM)," kata Agung kepada detikcom, Selasa (30/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami khawatir karena belum ada sosialisasi yang detail. Kalau perlu verifikasi dan validasi, siapa validatornya dan bagaimana prosesnya. Alat kami juga digunakan untuk pelayanan publik, takutnya berpengaruh saat aturan diberlakukan," jelasnya.
Dari informasi yang ia ketahui, verifikator adalah Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, namun Agung belum tahu prosesnya apakah sebelum clearance atau sesudahya.
"Apakah saat diimpor atau setelah proses clearance, misal di luar clearance itu butuh berapa lama," tegasnya.
Selain alat Hand Held dari China, Agung juga mengimpor GPS yang juga memakai IMEI. Ia pun berharap Kominfo segera melakukan sosialisasi detail soal aturan tersebut.
"Harapannya Kominfo sosialisasi sesegera mungkin kalau sudah ready. Sesegera mungkin sosialisasi, se-detail mungkin dan publish ke masyarakat," harap Agung.
Salah satu user alat yang diimpor Agung adalah Bus Rapid Transit Trans Semarang. Hand Held digunakan untuk pembayaran non tunai saat naik Trans Semarang. Kepala Badan Layanan Umum UPTD Trans Semarang Ade Bhakti Ariawan ternyata juga khawatir soal aturan itu.
Ade mengatakan pihaknya tetap mematuhi apapun aturan yang diberlakukan pemerintah. Meski demikian jika aturan IMEI sosialisasinya belum jelas, dikhawatirkan tiba-tiba alat tidak bisa digunakan dan harus kembali ke cara bayar konvensional.
"Kita sebagai warga negara harus nurut, tapi kalau kebijakan tanpa sosialisasi cukup pasti akan muncul kebingungan di masyarakat," kata Ade.
Jika ada pemutihan agar alat bisa digunakan, Ade berharap ada kejelasan soal prosedurnya. Ia menjelaskan saat ini ada 237 alat yang digunakan dan bisa melayani 33 ribu penumpang per hari.
"Kami pengguna mesin tiket dari luar negeri efeknya bagaimana, apakah tiba-tiba tidak bisa digunakan atau harus lakukan sesuatu. Alat kami 237 unit dari luar negeri, kalau tiba-tiba tidak bisa, penumpang kami 33 ribu orang sehari, kami kembali ke zaman bahula, kertas lagi, gotong kertas lagi," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, aturan IMEI ini rencananya akan menjadi senjata pamungkas dari pemerintah untuk menekan peredaran ponsel black market (BM) di Tanah Air. Menurut informasi rencana yang sudah digaungkan sejak beberapa tahun lalu itu bakal terealisasi pertengahan Agustus 2019.
Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut yang menjadi fokus utama dalam penerapannya itu bergantung pada tujuh hal yaitu kesiapan Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (Sibina), database IMEI, pelaksana tes, sinkronisasi data operator seluler, sosialisasi, kesiapan SDM, dan SOP Kominfo, Kemenperin, Kemendag, dan operator seluler.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan masyarakat tak perlu khawatir dengan aturan IMEI yang akan diterapkan bulan depan ini.
"Gambarannya nggak ada doomsday lah, bukan kiamat, enggak, tenang saja, orang pada takut, resah. Jadi, orang tuh nggak beli black market dulu, itu saja poinnya karena duitnya nggak masuk ke negara. Itu bukan buat saya, tapi itu buat APBN," ungkap Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Janu Suryanto, ditemui di kantornya Gedung Kemenperin, Jakarta.
Selain itu juga untuk memperbaiki tata niaga ponsel dan menekan peredaran ponsel ilegal di Tanah Air, serta aturan IMEI memungkinkan pula mencegah pencurian ponsel.
(alg/hns)