AUBU komersial adalah asuransi yang ditujukan bagi pelaku usaha budidaya udang windu dan vaname baik dengan teknologi sederhana, semi intensif maupun intensif.
Program ini memberikan keuntungan bagi para petambak udang berupa bantuan apabila terjadi gagal panen atau bencana yang merusak hasil kerjanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, mengatakan bahwa budidaya udang sangat berisiko terganggu oleh faktor alam, untuk itu nelayan butuh penjaminan risiko untuk hal tersebut.
"Udang ini memang sangat sesuai dengan faktor alam, sangat rawan. Maka itu tambak udang ini butuh penjamin risiko," kata Slamet.
Apalagi kata Slamet, ada 3 juta hektar potensi tambak udang di Indonesia. Namun hingga kini hanya baru 600 hektar saja yang berproduksi.
"Terlebih lagi peluang lahan tambak udang ada 3 juta hektar, hingga kini baru 600 ribu hektar saja yang sudah terealisasi," kata Slamet.
AUBU ini merupakan pengembangan dari asuransi nelayan lewat premi Asuransi Perikanan bagi Pembudidaya Ikan Kecil (APPIK) yang telah diluncurkan sejak 2017.
APPIK sendiri pada 2018, berhasil merealisasikan premi bagi 6.914 pembudidaya ikan kecil di 22 provinsi, dengan total luas lahan 10.220,67 hektar dengan penambahan jenis udang, bandeng, nila, dan patin.
Pada hari ini juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Konsorsium AUBU dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), MoU ini berisi tentang sinergitas dalam membangun ekosistem pendukung asuransi.
(ang/ang)