.webp)
Menurut perkiraannya, seharusnya pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi dari itu. Pasalnya pertumbuhan ekonomi kuartal II biasanya memang paling tinggi dari kuartal lainnya.
"Betul betul betul (biasanya paling tinggi). Saya saja kan masih menganggap sedikit di atas itu," kata Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (5/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Listrik Padam Massal, Darmin: Merugikan! |
Apalagi pada kuartal II ada pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg), ditambah ada lebaran. Itu merupakan motor pendorong ekonomi nasional karena konsumsi masyarakat naik.
Sayangnya pada kuartal II ini menurut Darmin impor negatif. Laju impor, lanjut Darmin menunjukkan bagaimana ekonomi bergerak. Impor ini berkaitan dengan produktivitas dunia usaha, di mana mereka memasok bahan baku dan barang setengah jadi dari luar negeri untuk diolah kembali. Jika impor loyo menunjukkan bahwa produktivitas dunia usaha berkurang. Imbasnya kontribusi ke perekonomian menurun.
Itu lah yang jadi biang kerok pertumbuhan ekonomi tak bisa dipacu lebih tinggi lagi.
"Tahun lalu walaupun ekspor lambat atau turun, impor naik. Itu memang menunjukkan pergerakan ekonomi kalau impor naik. Kuartal II nggak, dia impor negatif," jelasnya.
Baca juga: Listrik Byarpet, IHSG Anjlok ke 6.229 |
"Dan itu memang kelihatannya dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi cukup langsung. Nah jadi ya kita harus upayakan lagi mulai dari investasi," tambahnya.
BPS mencatat impor Indonesia mengalami penurunan sepanjang Juni 2019. Impor turun US$ 2,95 miliar menjadi US$ 11,58 miliar pada Juni 2019.
"Tapi nilai impor US$ 11,58 miliar (yoy) masih alami peningkatan 2,8%. Pergerakan nilai impor hampir mirip," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Senin (15/7/2019).
(toy/dna)
