Pelepasan tim pemantau hewan kurban ini dilakukan oleh Dirjen PKH, I Ketut Diarmita. Tim Ditjen PKH ini akan menjadi bagian dari ribuan petugas yang diterjunkan untuk pemeriksaan hewan kurban yang berasal dari berbagai instansi seperti mahasiswa kedokteran hewan, petugas dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, organisasi profesi, dan profesional di bidang kesehatan hewan dan masyarakat veteriner di seluruh Indonesia.
Pelepasan Tim Pemantauan Pemotongan Hewan Kurban tersebut dilakukan setelah acara pelatihan atau bimbingan teknis bagi para petugas. Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan petugas pemantau hewan kurban Ditjen PKH.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ketut, penjaminan kesehatan hewan sangat penting untuk mencegah menyebarnya penyakit dari satu daerah tertular ke daerah lainnya. Oleh karena itu penting untuk hewan yang ditransportasikan agar disertai dengan Sertifikat Veteriner/Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), sebagai bukti hewan tersebut sudah diperiksa oleh dokter hewan yang berwenang di daerah asal dan sehat untuk ditransportasikan.
"Jika menemukan adanya gejala penyakit yang mencurigakan, petugas harus memberikan respon cepat dengan berkoordinasi dengan dinas setempat dan balai veteriner," ujar Ketut dalam keterangannya, Rabu (7/8/2019).
Selain itu, Ketut juga meminta petugas untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa tempat pemotongan hewan kurban harus layak dan higienis.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma'arif menjelaskan, bahwa petugas perlu bekerja sama dengan aparat daerah setempat untuk mengedukasi masyarakat agar tidak memotong hewan kurban di sembarang tempat. Untuk itu perlu penataan lokasi pemotongan hewan kurban, sehingga dapat dipantau dengan baik.
Syamsul juga menambahkan, bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap kelayakan produk hewan yang diedarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat.
Sementara itu Hadri Latif, Pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) FKH IPB menyampaikan pentingnya penerapan aspek kesmavet dalam penanganan hewan dan daging kurban. Prinsip-prinsip kesejahteraan hewan, pemeriksaan sebelum pemotongan (ante mortem) dan setelah pemotongan (post mortem), serta higiene sanitasi harus dipahami oleh petugas, karena hal ini menentukan kelayakan produk hewan yang akan dikonsumsi.
Menurut Hadri, dalam pemeriksaan setelah hewan disembelih (post mortem) pada jeroan kadang ditemukan adanya cacing baik itu cacing hati maupun cacing lambung. Jika pada organ hati, terutama di saluran empedu hati, ditemukan cacing, maka bagian hati yang mengandung cacing tersebut harus disayat dan dimusnahkan.
Jika sebagian besar hati yang mengandung cacing menjadi mengeras, maka keseluruhan hati tersebut harus dipisahkan untuk dimusnahkan, karena tidak layak untuk konsumsi manusia.
"Cacing pada hati dalam bentuk dewasa tidak membahayakan kesehatan konsumen, artinya cacing hati tersebut tidak dapat menular atau menginfeksi konsumen jika dikonsumsi," jelas Hadri.
Menurut Hadri, jenis cacing lain yang sering ditemukan di saluran pencernaan rumen dan retikulum (lambung babat) adalah Paramphistom. Cacing ini bentuknya seperti cerutu yang menempel di permukaan lambung. Seperti cacing hati, cacing ini harus dibuang dengan mengerok permukaan lambung tempat cacing tersebut menempel.
Hadri menegaskan jika terdapat kelainan pada daging/jeroan bila kelainan sebagian kecil maka bagian yg mengalami kelainan disayat dan dibuang (trimming), sedangkan bagian yang normal boleh dikonsumsi, namun bila kelainannya ditemukan pada seluruh bagian maka organ tersebut harus dimusnahkan.
(idr/hns)