"Sudah 1,5 juta ton per 15 Agustus realisasinya. Tahun ini tetap alokasi impornya 2,7 juta ton," tutur Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana usai menghadiri rapat koordinasi realisasi impor garam di semester I-2019, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Artinya, dari kuota tersebut masih ada sekitar 1,1 juta ton garam impor untuk industri yang belum direalisasi. Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris umum Asosiasi Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara menjelaskan, garam impor ini nantinya akan digunakan untuk industri aneka pangan, industri chlor alkali plant (CAP), industri kimia, industri kertas, dan sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cucu mengatakan, dari 1,5 juta ton garam impor yang sudah terealisasi hanya ada sekitar 77.000 ton garam yang tersisa. Sehingga, pihaknya membutuhkan percepatan realisasi impor garam agar perusahaan-perusahaan tetap bisa berproduksi.
"Kurang lebih 77.000 ton lah (sisa stok garam industri) dari semua industri. Makanya perlu percepat realisasi karena ini berkaitan dengan kebutuhan bahan dasar, bahan baku untuk industri," papar Cucu.
Namun, Cucu menegaskan bahwa pihak-pihak industri tidak meminta tambahan kuota impor dari 2,7 juta ton yang sudah ditetapkan. Pihaknya hanya menginginkan agar sisa kuota 1,1 juta ton garam dapat segera diimpor. Ia menyebutkan, ada beberapa perusahaan yang terpaksa berhenti produksi dan merumahkan karyawannya karena habis bahan bakunya.
"Tidak ada, kita tidak minta tambahan tapi kita ingin sesuai hasil rapat lalu itu yang 2,7 juta ton direalisasikan. Karena ini kebutuhan sangat mendesak. Ada perusahaan-perusahaan pemasok anggota makanan dan minuman yang sekarang sudah merumahkan karyawannya, stop produksi, karena sudah habis bahan baku," pungkas Cucu.
(dna/dna)