Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK Hoesen mengaku sudah ada beberapa pemerintah provinsi yang berniat. Namun dia tidak menyebutkan identitasnya.
"Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya ada beberapa provinsi," ujarnya di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Persetujuan awal harus ada dari DPRD dari daerahnya. Karena penerbitan utang itu diatur UU daerah dan itu harus persetujuan DPRD," tambahnya.
Setelah mengantongi restu, baru pemerintah daerah mengajukan dulu ke Kemendagri. Setelah itu proses penyaringan.
Kemudian Kemendagri mengirimkan rekomendasi provinsi yang hendak terbitkan obligasi daerah ke Kementerian Keuangan. Dalam proses itu akan dicek kelayakannya.
"Kemenkeu menilai kelayakan proyeknya. Pada akhirnya keluar jumlah yang disetujui," tambahnya.
Kemenkeu nantinya akan menilai proyek daerah yang akan dibiayai oleh obligasi daerah tersebut. Hal itu agar tidak terjadi tumpang tindih pembiayaan nantinya.
Selain memastikan proyek itu tidak dibiayai oleh APBN dan APBD, Kemenkeu juga memastikan kelayakan proyek tersebut. Sehingga pemda yang menerbitkan nantinya bisa membayar utang dan bunganya kepada investor.
"Intinya harus bertumpu pada produktivitas. Proyek itu harus menghasilkan untuk membayar bunga dan pokok obligasi yang diterbitkan. Kalau pakai dana APBN kan tidak harus dikembalikan," tutupnya.
OJK sendiri menerbitkan aturan terkait obligasi daerah sejak akhir 2017. Paturan obligasi daerah ditelurkan dalam 3 POJK yang berbeda, yakni Peraturan OJK Nomor 61/POJK.04/2017 tentang Dokumen Penyertaan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan /atau Sukuk Daerah
Lalu Peraturan OJK Nomor 62/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
Terakhir Peraturan OJK Nomor 63/POJK.04/2017 tentang Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
(das/eds)