Usulan suntikan modal tersebut berasal dari penyesuaian iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) pusat dan daerah menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa dan berlakunya penyesuaiannya pada Agustus 2019.
Tambahan modal yang ditanggung atas usulan penyesuaian iuran PBI pemerintah pusat pada Agustus hingga akhir tahun ini sebesar Rp 9,2 triliun. Sedangkan untuk PBI daerah sebesar Rp 3,34 triliun serta penyesuaian PPU pemerintah pada Oktober 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk menyelesaikan defisit tahun ini langkahnya kan, lebih awal menaikkan iuran PBI mulai Agustus, diharapkan seperti itu, nanti kita tunggu tanggal 2 (September). Tentu ini domainnya pemerintah. Tapi bagaimanapun juga, secara politik dengan DPR harus kita bicarakan terus," kata Fachmi di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Fachmi menambahkan, kenaikan iuran diharapkan bisa membuat peserta patuh membayar.
"Nah mereka yang able, tapi keinginan bayarnya lemah, itu di manapun di sistem yang dibangun harus ada law enforcement," tuturnya.
Defisit keuangan BPJS diperkirakan meningkat menjadi Rp 32,84 triliun hingga akhir 2019, angka itu meningkat dari proyeksi yang sekitar Rp 28 triliun.
Usulan tambahan modal dari Sri Mulyani mampu menurunkan estimasi defisit keuangan BPJS Kesehatan menjadi sekitar Rp 14 triliun. Untuk menutupi sisa defisit ini, dirinya mengusulkan penyesuaian iuran untuk peserta penerima upah (PPU) pemerintah dalam hal ini PNS, TNI, Polri pada Oktober 2019. Di mana tarifnya menjadi 5% dari take home pay (TKP) maksimal Rp 12 juta. Sedangkan PPU badan usaha berlaku Januari.
Lalu, untuk peserta bukan penerima upah (PPU) untuk kelas 1 iurannya menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa. Kelas 2, usulan Sri Mulyani sebesar Rp 110.000 per bulan per jiwa atau lebih tinggi dari DJSN yang sebesar Rp 75.000 per bulan per jiwa.
Kelas 1 usulan Sri Mulyani sebesar Rp 160.000 per bulan per jiwa atau lebih tinggi dari usulan DJSN sebesar Rp 120.000 per bulan per jiwa. Usulan ini diharapkan berlaku pada Januari 2020.
(ara/eds)