Namun ibu kota baru Indonesia ini diperkirakan akan sulit memenuhi kebutuhan energi listrik ramah lingkungan alias energi baru terbarukan (EBT) 100%.
Vice President Public Relation PT PLN (Persero) Dwi Suryo Abdullah mengatakan, penggunaan EBT 100% memungkinkan bila tiap-tiap energi terbarukan dipadukan, misalnya mulai dari pembangkit listrik tenaga surya, panas bumi, hingga pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan, kalau hanya mengandalkan satu jenis EBT, katakanlah tenaga surya maka itu akan sulit memenuhi suatu kawasan.
"Pakai solar, kan hanya hidup saat mataharinya cukup untuk memberikan cahaya, merubah energi cahaya menjadi energi listrik. Untuk itu lah dibutuhkan storage berupa baterai," jelasnya.
"Nah bila ada baterainya baru bisa, atau ada pembangkit lain seperti pembangkit diesel yang digabungkan, bekerja bersama-sama yang disebut diparalelkan untuk memikul pelanggan," sambung Dwi.
Bahkan dia mempertanyakan apakah ada negara yang mampu memasok energi listrik yang 100% bersumber dari EBT. Hal itu dirasa sulit diterapkan.
"Oh iya di negeri mana yang ada, ya kan, saya pengin tahu," sebutnya.
Tapi bukan berarti ibu kota baru Indonesia nantinya tidak bisa menerapkan konsep kota ramah lingkungan. Pasalnya pembangkit konvensional untuk ibu kota baru bisa dibangun di luar kawasan tersebut.
"Kan pembangkitnya bisa tidak di kota itu. Pembangkitnya bisa misalnya di Kalsel kan gitu, disuplai dari situ," tambahnya.
(toy/dna)