Fadli mengakui, memang pindah ibu kota merupakan hal yang biasa. Banyak dari negara lain yang sudah melakukannya.
"Kita melihat ini sebagai masalah yang kompleks. Meskipun pemindahan ibu kota hal yang biasa tentu membutuhkan persyaratan, seperti kondisi ekonomi yang baik, kemiskinan yang sangat rendah," ujarnya dalam acara seminar Menyoal Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi persoalan dasar masih ada terus kenapa harus pindah ibu kota," tambahnya.
Memang menurut perhitungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) total kebutuhan anggaran pindah ibu kota mencapai Rp 466 triliun. Kebutuhan dana itu ditegaskan pemerintah hanya akan menggunakan sedikit dari APBN.
"Setidaknya kata Bappenas Rp 466 triliun, katanya tidak pakai APBN. Lalu siapa yang akan biayai pindah ibu kota ini?" tanyanya.
Pemerintah sendiri sudah menegaskan bahwa biaya pindah ibu kota sebagian besar akan didapat dari badan usaha baik BUMN maupun swasta. Namun hal itulah yang menjadi pertanyaan sinis Fadli.
"Kalau dibangun swasta swasta mana, swasta asing atau dalam negeri? Kalau BUMN, skemanya seperti apa? BUMN kan banyak yang rugi," tegasnya.
(das/ang)