Keluhan tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Zinc Aluminium Steel Industries (IZASI), Maharany Putri dalam diskusi bertajuk 'Kehancuran Industri BJLAS Indonesia Akibat Serangan Impor Produk Non-Standar' di Hotel Ibis Style, Cilandak, Jakarta Selatan pada Kamis (4/9/2019) petang.
Dalam paparannya, tingkat pertumbuhan konsumsi baja di Indonesia menempati peringkat pertama dari Negara ASEAN sejak tahun 2017 dan mengalami pertumbuhan sebesar 6,6 persen pada 2018. Namun, disayangkannya, peningkatan permintaan sektor konstruksi tersebut justru diiringi dengan peningkatan impor baja dari Cina dan Vietnam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rendahnya harga jual baja impor dimungkinkan karena banyaknya subsidi pemerintah dari negara pengekspor, pengalihan kode tarif barang yang berimbas kepada perbedaan bea masuk, tersedia dan dapat diaksesnya fasilitas perjanjian dagang bilateral atau multilateral.
Padahal, kualitas BJLAS impor jauh dari Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan, baik dari segi ketebalan maupun kandungan alumunium pada baja.
"Peningkatan kapasitas produksi nasional dengan melalui ekspansi investasi maupun investasi baru pun akhirnya percuma jika permintaan tersebut lari ke impor," katanya.
"Padahal industri baja lokal memiliki kemampuan memenuhi volume dan standar kualitas yang dibutuhkan," sambung dia.
Sementara itu, kapasitas produksi baja lapis konstruksi, khususnya BJLAS dipaparkan Ketua Umum IZASI, Yan Xu mencapai 1,1 juta ton per tahun, sejalan dengan jumlah permintaan yang mencapai sebesar 1 juta ton pada tahun 2018.
"Seharusnya permintaan ini dapat dipenuhi industri lokal yang malah over supply. Impor karbon BJLAS dan Paduan BJLAS ini dirajai 90 persen impor oleh China dan Vietnam yang diketahui mengalami kenaikan dua kali lipat di 2016-2018 dan memenuhi demand (permintaan) nasional sebesar 57 persen, sebaliknya jatah industri lokal hanya 37 persen," jelasnya.
Situasi yang tidak menguntungkan katanya diperburuk dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 tahun 2017 tentang pelonggaran impor diimplementasikan.
Akibatnya, Indonesia menjadi tujuan terbesar di antara negara-negara ASEAN yang dibanjiri oleh produk baja asal Cina pada tahun 2018.
(toy/fdl)