Jakarta -
Pengamat ekonomi Fuad Bawazier berpendapat soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kesal karena 33 perusahaan China yang memindahkan pabriknya mayoritas tidak masuk Indonesia.
Kata Fuad, hal tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia tidak lagi diminati investor. Ujungnya, target-target perbaikan ekonomi pemerintah tidak tercapai.
"Indonesia jelas tidak lagi dilirik dan cenderung ditinggalkan investor. Pantesan target-target yang dicanangkan pemerintah seperti investasi, pertumbuhan ekonomi, pariwisata dan lainnya tidak tercapai, kecuali inflasi yang masih terjaga," ungkap mantan Menteri Keuangan Orde Baru ini, dalam keterangannya, Jumat (6/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bersamaan dengan itu, Fuad mengatakan, Bank Dunia pun menerbitkan laporan tentang seriusnya hambatan birokrasi dan regulasi di Indonesia. Katanya, dalam laporan itu menyatakan Indonesia tidak ramah investasi, ada sorotan 6.300 aturan yang disebut menghambat investasi.
"Selama tiga tahun masa pemerintahan Jokowi, 2015-2018, telah diterbitkan sekitar 6.300 aturan baru yang umumnya menghambat perizinan dan tidak bersahabat dengan investor. Menurut laporan Bank Dunia itu, itulah sebabnya hanya sedikit perusahaan yang cabut dari China yang pindah ke Indonesia. Umumnya pindah ke Vietnam yang lebih kompetitif," kata Fuad.
Masih mengutip Laporan Bank Dunia, Fuad menyatakan izin usaha di Indonesia pada nyatanya masih sering mengalami keterlambatan. "Izin atau rekomendasi yang dalam aturan disebutkan maksimal selesai atau terbit dalam lima hari, kenyataannya bisa makan waktu enam bulan," katanya.
Fuad menilai hal tersebut membuat rugi para investor. Bahkan, dia menyebutkan sumber permasalahannya ada di kebobrokan birokrasinya sendiri.
"Tentulah praktek-praktek buruk seperti ini amat merugikan pengusaha atau investor dan otomatis menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Sumber kebobrokan ini tentulah birokrasi sendiri dan motifnya biasanya 'komersil' alias pungli," tulis Fuad.
Karena itu Fuad menyarankan agar pemerintah mau melakukan program debirokratisasi dan deregulasi. Pemerintah, katanya harus dengan sungguh-sungguh, benar dan jujur melaksanakan program tersebut.
"Bukan sekedar melakukan klaim reformasi dan modernisasi yang kenyataannya hanya membengkakkan lembaga dan ongkos, atau beban terhadap APBN. Tapi hasilnya, pada hemat kami, praktis nol besar," kata Fuad.
"Lebih menyedihkan lagi program-program reformasi dan modernisasi itu dibiayai dengan uang utang, tapi gombal belaka," lanjutnya.
Fuad menilai, pemerintah kini hanya bisa membuat aturan saja, sedangkan implementasinya tidak baik. Buktinya, kata dia 16 paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan tidak ada yang berhasil.
"Sehingga pemerintah sering disindir sebagai Ki Jarkoni, iso ngajar ning ora iso nglakoni. Artinya bisa bikin aturannya, tapi tidak bisa menjalankannya," ucap Fuad.
Fuad juga menyebut pemerintah tidak siap atas kritik. Asal dikoreksi, menurutnya, pemerintah akan mencari kambing hitam.
"Ketika diungkapkan kegagalan pemerintah dalam mengimplementasikan aturannya sendiri, biasanya tim ekonomi ini berlagak seperti pengamat ekonomi atau pengkritik sambil mencari peluang siapa yang akan di kambing hitamkan atas lesunya investasi," kata Fuad.
Halaman Selanjutnya
Halaman