Nasib BUMN Kertas Leces: Sudah Bangkrut, Aset Bermasalah

Nasib BUMN Kertas Leces: Sudah Bangkrut, Aset Bermasalah

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 10 Sep 2019 09:45 WIB
1.

Nasib BUMN Kertas Leces: Sudah Bangkrut, Aset Bermasalah

Nasib BUMN Kertas Leces: Sudah Bangkrut, Aset Bermasalah
Foto: Hendra Kusuma-detikFinance
Jakarta - Nasib Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Kertas Leces (Persero) berakhir tragis. Setelah cukup lama terlilit masalah keuangan, perusahaan pelat merah ini diputus pailit alias bangkrut oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 25 September 2018.

Usai diputus pailit, aset perusahaan harus dijual untuk menutup kewajiban yang harus dibayarkan ke kreditur. Belum secara rinci, namun kewajiban yang harus dibayarkan sekitar dua kali dari aset perusahaan sekitar Rp 1 triliun.

Namun, masalah belum berakhir. Salah satu kreditur yakni PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA tak terima karena merasa tidak mendapat jatah semestinya dari salah satu aset yang dilepas. Berikut berita selengkapnya dirangkum detikcom:
PPA selaku kreditur separatis dan pemegang hak tanggungan Rp 9,5 miliar pada aset berupa tanah dan bangunan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan protes. Sebab, perusahaan tak menerima bagian yang seharusnya diterima

Sekretaris Perusahaan PPA Edi Winanto menjelaskan, pada 25 September 2018 Kertas Leces dinyatakan pailit. Sejak pailit, kreditur memiliki waktu dua bulan atau hingga 25 November 2018 untuk mengeksekusi hak jaminan itu.

"Ini kreditur yang punya jaminan dalam jangka waktu 2 bulan diberi hak melakukan eksekusi hak jaminan itu sendiri," ujarnya di kawasan Jakarta Pusat, Senin (9/9/2019).

PPA sendiri mulai mengeksekusi aset atau mengajukan lelang pada 9 November 2018 atau sebelum batas waktu yang ditetapkan.

Selanjutnya, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) melakukan lelang pada 11 Desember 2018 dan dimenangkan PT PPA Kapital dengan nilai Rp 11,4 miliar. Namun, pada 26 April 2019, tim kurator yang menyusun laporan penerimaan dan pembagian aset mengumumkan jika PPA hanya mendapat bagian Rp 1,2 miliar. Angka ini jauh di bawah nilai hak tanggungan Rp 9,5 miliar.

"Sampai sekian lama, akhirnya kurator menerbitkan daftar penggantian harta, di mana PPA hanya memperoleh pembagian Rp 1,2 miliar," jelasnya.

Pada 3 Mei 2019, PPA mengajukan perlawanan atau keberatan ke kurator di Pengadilan Niaga Surabaya. Hasilnya, majelis hakim menolak keberatan atau perlawanan PPA.

"Dengan alasan bahwa pelaksanaan eksekusi hak tanggungan telah melewati 2 bulan atas putusan tersebut PPA mengajukan kasasi tanggal 6 September 2019. Yang intinya adalah hakim Pengadilan Niaga Surabaya telah salah atau keliru menafsirkan undang-undang," paparnya.

Menurutnya, Pengadilan Niaga melanggar Pasal 194 ayat 6 Undang-undang Kepailitian dan PKPU berkaitan dengan jangka waktu yang ditetapkan.

"Dua bulan itu kapan pemegang hak tanggungan memulai melaksanakan haknya, bukan pelaksanaan lelangnya," terangnya.

Keberatan lainnya ialah karena nilai yang diberikan tidak sesuai dengan semestinya

"Keberatan kedua, PPA hanya diberikan haknya Rp 1,2 miliar. Padahal sesuai ketentuan undang-undang PPA harusnya menerima hak tanggungan Rp 9,6 miliar," jelasnya.

Setelah dinyatakan pailit, ada dua kemungkinan yang terjadi pada Kertas Leces, yakni dibubarkan atau hidup lagi. Edi Winanto menjelaskan, setelah perusahaan dinyatakan pailit maka pemberesan aset dilakukan kurator. Pemberesan aset maksudnya penjualan aset untuk menutup kewajibannya.

Edi sendiri tak menerangkan secara rinci aset dan kewajiban Kertas Leces. Dia memperkirakan, aset perusahaan sekitar Rp 1 triliun dan kewajibannya sekitar dua kalilipat dari aset. Setelah asetnya habis, maka BUMN itu bisa dibubarkan.

"Kalau BUMN sudah dalam status pailit, pailit itu pemberesannya dilakukan kurator. Setelah kurator menyelesaikan harta-hartanya digunakan untuk membayar kewajibannya kepada kreditur, maka kalau sudah selesai perusahaan tersebut bisa dibubarkan," ujarnya.

Edi mengatakan, perusahaan juga masih punya kemungkinan untuk hidup. Tapi, BUMN bersangkutan mesti mengajukan proses rehabilitasi. Edi mengatakan, hal itu belum pernah terjadi.

"Masih mungkin (hidup) tapi syaratnya biasanya begini kalau misalnya perusahaan harta pailit sudah digunakan membayar kewajibannya, sudah selesai dan tidak ada kewajiban lagi nih, sudah lunas semua, maka debitur atau BUMN bersangkutan bisa mengajukan rehabilitasi di pengadilan. Kalau sudah dilakukan rehabilitasi, bisa hidup lagi. Tapi secara preseden belum pernah ada," jelasnya.

Edi bilang, pelepasan aset ini belum rampung. Dia menyebut, jika aset yang dilepas kurang dari kewajibannya maka kreditur tidak bisa melakukan penagihan lagi.

"Dari harta Leces sendiri kalau misalnya tidak cukup atau kurang, kreditur tidak dapat menagih lagi karena hartanya sudah habis," tutupnya.

Hide Ads