Mau tahu bagaimana tanggapan Luhut?
Simak berita lengkapnya di sini.
Kerap Disebut Agen China, Ini Jawaban Luhut
Foto: ANTARA FOTO
|
"Nanti orang bilang Luhut ini agen China, Dubes kehormatan China, itu yang ngomong asal bunyi saja," kata Luhut di Djakarta Theatre, Kamis (12/9/2019).
Menurutnya, China memiliki kesamaan dengan rule of thumb yakni aturan investasi di Indonesia, sehingga tak sedikit China menanamkan modalnya di Indonesia.
"Orang-orang selalu kritik saya China terus, tidak, kita punya rule of thumb untuk investasi," ujar Luhut.
Rule of thumb tersebut berisikan sejumlah syarat untuk investor yang mau menanamkan modalnya di Indonesia. Pertama, membawa teknologi yang ramah lingkungan. Kedua, memberi nilai tambah bagi Indonesia dalam mengolah sumber daya mineral. Ketiga, mendidik tenaga kerja lokal, melalui syarat keempat, yakni transfer teknologi.
Alasan China Mudah Investasi di RI, Luhut: Gampang Disuruh
Foto: Lamhot Aritonang
|
"Kita tidak mau kalau Jepang investasi di sini tidak teknologi transfer. Kalau saya di-challenge Luhut lagi-lagi China. China itu gampang, kita suruh apa saja mau!" ucap Luhut.
Ia menyebutkan, siapa saja bisa investasi di Indonesia selama memenuhi rule of thumb tersebut.
"Siapa saja mau dari bulan dia investasi seanjang teknologinya ramah lingkungan, transfer teknologi ke tenaga lokal, oke tenaga lokal dalam 4 tahun pertama belum bisa. Tapi kau (China) pakai tenaga asingmu tapi sementara itu kau harus mendirikan politeknik untuk nanti mengganti mereka tahun 3-4 seterusnya. Itu yang terjadi di Morowali sekarang. Kita tidak mau kalau Jepang misalnya, tidak teknologi transfer," beber Luhut.
Demi Kepentingan Nasional Luhut Siap 'Ditembak'
Foto: Lamhot Aritonang
|
"Jadi buat saya, saya bilang ke Presiden, Pak kan kita bicara national interest kita. Sepanjang national interest bisa kita amankan ya peduli mana, dari mana pun pak? Ya kalau orang mau tembak saya biar saja, saya kan tidak mau mengganggu, saya hanya mengabdi, membuat republik ini lebih bagus lagi," tegas Luhut.
Selain itu, ia menerangkan, investasi selama ini yang berasal dari China menggunakan skema business to business (B to B), bukan government to government (G to G). Sehingga, rasio utang Indonesia terhadap PDB masih di bawah angka 30%.
"Dan terakhir itu nilai tambah industri dan semuanya selalu kita lakukan B to B, kita belum ada dengan China itu G to G. Sehingga debt to GDP kita tetap kita bisa pelihara di bawah angka 30%," pungkasnya.
Halaman 2 dari 4