Menurut Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil hal itu dilakukan untuk menyesuaikan persyaratan dan phytosanitary dari negara tujuan, sehingga Barantan tidak hanya mensertifikasi produk mentah namun juga memastikan produk pertanian olahan baik hewan maupun tumbuhan yang dikirim aman dan layak untuk dikonsumsi.
"Untuk ekspor point pentingnya adalah pemenuhan standar sanitary and phytosanitary measure atau SPS dari negara tujuan," terang Jamil dalam keterangan tertulis, Minggu (15/9/2019).
Jamil mengatakan upaya tersebut telah dikombinasikan dengan berbagai kebijakan dan inovasi layanan perkarantinaan guna makin mempermudah dan mempercepat proses ekspor.
"Seperti sistem OSS, peta komofitas pertanian ekspor iMace, sistem pemeriksaan In Line Inspection, sertifikat elektronik e-cert dan program peningkatan jumlah eksportir baru yaitu Agro Gemilang atau kepanjangan dari Ayo Galakkan Ekspor, Generasi Milenial Bangsa," tuturnya.
Menurut dia, salah satu percepatan layanan karantina dilakukan dengan penetapan gudang pemilik sebagai tempat lain untuk melakukan tindakan karantina. Sehingga petugas karantina dapat melakukan pemeriksaan langsung di tempat proses.
"Ini bisa lebih efektif, sehingga kontainer tidak perlu lagi diperiksa di pelabuhan," sebutnya.
Sementara itu, Kepala Karantina Pertanian Makassar Andi Yusmanto menjelaskan bahwa selama tahun 2019, terdapat 15 eksportir baru dari total 35 eksportir selama 2019 yang mengekspor berbagai komoditas pertanian seperti umbi porang, manggis, durian, mangga, markisa dan vanili, dan kini bertambah satu perusahaan pengekspor umbi talas yaitu PT Tridanawa Perkasa Indonesia.
Sedangkan pertambahan negara tujuan ekspor selama 2019 sebanyak tiga negara yaitu Thailand dan Belarus untuk komoditas mede dan Papua New Guinea untuk ekspor tepung terigu.
"Kita harus jaga dan kembangkan pertumbuhan ekspor ini dengan 3K yaitu dengan menjaga kualitas, menambah kuantitas dan menjaga kontinuitasnya," imbuhnya.
Peluang Ekspor Talas
Potensi pasar ekspor ke Jepang cukup besar. Berdasarkan data Kementan bahwa kebutuhan talas beku untuk pasar Jepang sekitar 380 ribu ton per tahun dan potensi suplai dari Indonesia baru dapat memenuhi 310 ribu ton yang berasal dari dalam negeri Jepang dan China. Masih ada kekurangan 70 ribu ton per tahun, ini potensi ekspor yang dapat digarap.
Pengiriman talas beku atau frozen satoimo sendiri dipacking sesuai dengan klasifikasi ukuran. Di Jepang, talas beku ini digunakan sebagai pengganti beras dan kentang. Karakternya yang tinggi protein dan kalori tetapi rendah karbohidrat membuat umbi talas digemari masyarakat Jepang.
Business Development Japanese Customers Yield Management dari pihak pelayaran Mr. Hirotaka Aoki, menyampaikan pengiriman ini adalah kali pertamanya. Ia berharap eksportasi ini bisa berjalan secara kontinu ke Jepang.
Adapun Sekda Provinsi Sulsel Abdul Hayat, yang juga hadir dan melepas ekspor mengapresiasi semua pihak. Ia senang, karena melalui peningkatan ragam komoditas pertanian ekspor tersebut, selain berdampak positif pada peningkatan pendapatan daerah, juga menjadi nilai tambah bagi petani dan masyarakat Sulawesi Selatan.
Jamil kembali mengajak pada semua instansi pemerintah serta calon eksportir dan investor agar mau bahu-membahu membangun Sulsel lewat pengembangan ekspor komoditas pertanian. Menurutnya, dari data sistem otomasi IQFAST Badan Karantina Pertanian menunjukkan selama bulan Januari hingga Juni 2019, ekspor komoditas pertanian dari Sulsel sebanyak 168 ribu ton atau senilai Rp 7,4 triliun.
(mul/mpr)