"Itu terbukti, obligasi kita agak tertekan di sana. Saya bingung ketika suku bunga BI turun dan yield pemerintah turun, kenapa likuiditas di market jadi agak ketat sehingga obligasi kita kurang baik di market," kata Direktur Keuangan Waskita Karya Haris Gunawan saat ditemui di acara Ngopi BUMN di Warnong Gedung S8 Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
Untuk itu, saat ini pihaknya mengandalkan pendanaan lewat pencairan proyek turnkey yang sampai akhir tahun bakal cair sebesar Rp 21 triliun. Pencairan piutang dan divestasi saham tol akan membantu perseroan menurunkan rasio utang dari yang saat ini 2,7 kali ke level 2,3 gear ratio.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk obligasi, perseroan akan lebih berhati-hati dan menunggu situasi pasar lebih kondusif.
"Kita memang sangat hati-hati terutama mencari pendanaan dari luar. Kita lihat situasi apakah pasarnya kondusif. Kelihatannya betul ini terdampak dari global market. Meskipun kita ingin kredit jangka pendek kita mau kita ganti dengan yang jangka panjang. Tapi yang short term masih cukup kompetitif buat kita," kata Haris.
Likuiditas perbankan di tanah air mengetat sejalan dengan terbatasnya arus modal asing masuk ke dalam negeri. Ketatnya likuiditas di perbankan terjadi karena kencangnya penyaluran kredit, sementara dana pihak ketiga (DPK) rendah.
Baca juga: Akhirnya! 2 Ruas Tol Waskita Laku Terjual |
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan memperkirakan rasio pembiayaan terhadap pendanaan (loan to deposit ratio/LDR) industri perbankan di 2020 mencapai 100,6%, sementara di akhir 2019 sebesar 96,8%.
"Itu karena pertumbuhan kreditnya naik secara ekspansif, sementara pertumbuhan DPK normal. Penyebab pertumbuhan kredit akibat meningkatnya permintaan untuk pembiayaan infrastruktur," ujar Fauzi, Selasa (24/9) lalu.
(eds/ara)