Menurut organisasi PBB, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), perlambatan ekonomi bisa berujung pada resesi global di 2020. Lembaga PBB yang bergerak pada bidang perdagangan dan pembangunan melihat tanda-tanda resesi muncul dari memanasnya tensi perdagangan, pergerakan mata uang dunia, utang korporasi, Brexit tanpa kesepakatan, dan kurva yield obligasi AS yang terbalik (inverted yield curves).
"Ini adalah salah satu sinyal bagi para pemangku kebijakan untuk mempersiapkan diri atas gejolak tersebut," bunyi laporan UNCTAD dikutip dari The Guardian, Sabtu (28/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan itu menyerukan agar para pembuat kebijakan fokus pada peningkatan lapangan kerja, upah, dan investasi. Bahkan dengan mengabaikan risiko penurunan terburuk, laporan itu memproyeksikan pertumbuhan global turun menjadi 2,3% pada 2019 dibanding 2018 sebesar 3%.
Bahkan 10 tahun setelah krisis keuangan tahun 2009, ekonomi global dinilai masih sangat rapuh. Laporan itu juga mencatat bahwa utang telah menjadi pendorong dominan pertumbuhan global. Namun gagal mendorong investasi produktif, utang tinggi malah memicu spekulasi keuangan.
Beberapa negara berkembang sudah masuk ke jurang resesi. Sementara beberapa negara maju, termasuk Jerman dan Inggris sangat dekat dengan resesi.
Bank-bank sentral, termasuk Federal Reserve AS 9The Fed) dan Bank Sentral Eropa, baru-baru ini mengumumkan pemotongan suku bunga dalam upaya untuk merangsang ekonominya, tetapi laporan PBB pesimistis tentang peluang keberhasilan.
PBB menekankan perlunya mencermati ancaman jangka pendek resesi menjadi ancaman yang lebih dalam dan jangka panjang.
Perlu diketahui, resesi merupakan kontraksi ekonomi yang ditandai dengan penurunan pertumbuhan yang signifikan setidaknya selama enam bulan atau dua kuartal berturut-turut.
(ara/ara)