Dari 278 kota yang diteliti, rata-rata kemacetan seluruh kota adalah 1,24, yang artinya diperlukan waktu 24% lebih banyak untuk melakukan perjalanan di jam sibuk daripada di jam sibuk.
Kemacetan bisa lebih parah di kota-kota besar. Kemacetan rata-rata mencapai 1,51 untuk 24 kota terbesar dengan populasi di atas 5 juta. Kota besar di negara-negara berpenghasilan menengah seperti Indonesia cenderung memiliki masalah yang lebih parah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jakarta ada di posisi 17 dari 24 kota sampel dengan populasi lebih dari 5 juta penduduk. Kemacetan di Jakarta lebih tinggi dari kota Singapura, Karachi, Surabaya, Hong Kong, Ahmedabad, Lahore, dan Taipei.
![]() |
Sebagai gambaran, studi ini mengukur ongkos kemacetan dengan memfokuskan pada waktu yang hilang dalam perjalanan seseorang. Kemudian biaya operasional kendaraan dan juga tingkat polusi udara. Informasi tambahan juga dikumpulkan melalui data perjalanan yang diproyeksikan Google Maps.
ADB sendiri memberikan solusi untuk mengatasi kemacetan tersebut dengan menggenjot investasi dalam pembangunan infrastruktur transportasi publik dan sistem transportasi multimoda. Walaupun jangka waktunya panjang, ADB menilai ada banyak manfaat dari kebijakan itu seperti teratasinya polusi udara.
Penduduk di sejumlah kota besar, seperti Dhaka, Kolkata, Lahore, dan Kabul, menghabiskan rata-rata 10% lebih penghasilan mereka saat bepergian. Di kota-kota ini, keterjangkauan transportasi publik diupayakan untuk penduduk berpenghasilan rendah, karena pendapatan mereka lebih rendah dan kemungkinan tinggal jauh dari tempat kerja mereka.
(eds/zul)