Akan tetapi, dalam distribusinya, minyak tersebut tetap disalurkan oleh produsen kepada distributor dalam bentuk jerigen-jerigen besar. Namun, ketika dijual kepada masyarakat akan dikemas menggunakan mesin pengemasan sederhana. Salah satunya mesin yang diproduksi PT Pindad yaitu Anjungan Minyak Goreng Higienis Otomatis (AMH-O).
"Kemasannya langsung di pasar itu bisa, dan plastiknya disiapkan langsung oleh produsen. Artinya tetap dalam kendali produsen. Artinya bahwa di sana disalurkan curah dalam bentuk jerigen, tapi masuk dalam kemasan mini yang ada di pasar-pasar itu nantinya. Dan di situ pada saat nanti masyarakat ingin beli minyak curah ada anjungan namanya AMH-O yang diproduksi oleh PT Pindad," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Suhanto kepada detikcom, Senin (7/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mencontohkan, misalnya ada satu toko kelontong yang membeli minyak dengan ukuran besar atau satu jerigen untuk memenuhi kebutuhannya berdagang. Pedagang kelontong tersebut berpeluang menjual minyaknya kembali dengan kemasan-kemasan kecil tak bermerek.
"Misalnya ada penjual toko kelontong, orang itu membeli minyak goreng besar ukuran 1 jerigen. Dia bisa menjual lagi minyak itu ke ukuran-ukuran yang lebih kecil tanpa merek. Nah itu saya kira akan banyak kejadian itu," jelas Rusli ketika dihubungi detikcom.
Meski begitu, menurut Rusli praktik-praktik tersebut tak bisa ditertibkan dengan jalur hukum. Pasalnya, sang penjual tersebut memang membeli minyak goreng curah dalam kemasan resmi.
"Tapi menurut saya kalau itu ada temuan nggak usah ditetapkan secara hukum. Karena dia itu mengambil dari kemasan resmi yang dia pecah-pecah lagi," ucapnya.
Ia juga menanggapi soal volume minyak per kemasan yang akan dijual kepada masyarakat mulai dari 1/4 liter, 1/2 liter, hingga 1 liter. Rusli mengatakan, volume minyak per kemasan harus disediakan lebih beragam demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Kemasan itu jangan sampai mengekang pada satu ukuran tetap saja, harus dibungkus satu liter saja. Tapi bisa beragam 5-20 liter," terang Rusli.
Namun, ia menilai, langkah pemerintah dalam mengharamkan penjualan minyak goreng curah itu menjadi suatu langkah yang efektif dalam meningkatkan aspek higienis untuk masyarakat.
Adapun harganya, menurut Rusli tak akan berpengaruh dengan adanya Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah yakni Rp 11.000 per liter.
"Kalau masalah HET itu nggak masalah. Jadi misalnya ada yang jual 250 mililiter (ml) tidak akan mengubah HET dengan catatan si pengusaha menggunakan kemasan dalam partai besar," pungkasnya.
(fdl/fdl)