Kebijakan itu tercantum dalam Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) tentang pelaksanaan netralitas bagi ASN dan penyelenggaraan pilkada serentak 2018, pemilu legislatif, serta pemilihan presiden dan wakil presiden 2019. Surat itu bernomor: B/71/M.SM 00.00./2017
Menanggapi hal tersebut, Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam mengatakan pemerintah harus punya aturan teknis dalam menangani sebuah pendapat yang disampaikan ASN. Jika kritik yang disampaikan masih dalam konteks demokrasi, maka pemerintah tak bisa menindaknya dengan mengatasnamakan reformasi birokrasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ia menuturkan, pemerintah harus memberikan kebijakan yang berbeda bagi PNS struktural dan PNS fungsional (dosen, peneliti, dokter, dan sebagainya).
Selain itu, ia menuturkan, pemerintah harus memberikan kebijakan yang berbeda bagi PNS struktural dan PNS fungsional (dosen, peneliti, dokter, dan sebagainya).
"Perlu dibedakan antara PNS struktural di lembaga-lembaga negara, dan fungsional layaknya dosen, peneliti, dan widyaiswara. Aturan larangan PNS untuk berkomentar bahkan memberikan likes terhadap materi politik lebih proporsional diberikan kepada PNS struktural karena fungsi mereka sebagai Pelaksana keputusan-keputusan politik," terang Umam.
Sehingga, menurut dia pemerintah tak bisa melarang kebebasan berpendapat terhadap PNS fungsional.
"Bagi PNS fungsional layaknya dosen dan peneliti, aturan larangan berkomentar itu tidak tepat diberikan. Dosen dan peneliti harus tetap diberikan kebebasan berekspresi dam menyampaikan pendapat mengingat mereka adalah bagian dari elemen masyarakat sipil yang menjadi pilar paling sehat dalam demokrasi," papar dia.
Dalam surat tersebut juga tertulis soal ASN yang menanggapi postingan ujaran kebencian pun bisa ditindak. Misalnya, ASN memberikan likes atau love, bahkan mengomentari sebuah postingan nyinyir sebagai dukungan, itu pun bisa juga membuat PNS ditindak. Menurut Umam, aturan itu adalah ancaman yang berlebihan.
"Jika konteksnya begitu, maka ancaman tersebut cenderung berlebihan. Pemerintah sebaiknya tidak paranoid terhadap kritisisme kampus, peneliti dan dosen," tegas Umam.
(fdl/fdl)