Soal Imbas Cukai Rokok Naik, Sampoerna: Kami Masih Pelajari

Soal Imbas Cukai Rokok Naik, Sampoerna: Kami Masih Pelajari

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 28 Okt 2019 20:17 WIB
Foto: dikhy sasra
Jakarta - Sudah dipastikan cukai rokok akan naik pada Januari 2020. Keputusan itu sudah resmi tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/ PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Dengan adanya keputusan itu maka kenaikan rata-rata tarif cukai rokok tertimbang 21,55% dan harga jual eceran rata-rata naik 35%. PT HM Sampoerna Tbk selaku salah satu pemain di industri rokok RI ikut menanggapi.


Direktur Urusan Eksternal HM Sampoerna, Elvira Lianita mengatakan bahwa perusahaan belum mengukur seberapa besar dampak kebijakan itu ke perusahaan. Perusahaan masih mempelajari isi dari kebijakan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sampoerna masih mempelajari. Sehingga saat ini, masih terlalu dini untuk mengukur dampak kebijakan tersebut terhadap bisnis kami," tuturnya dalam keterangan tertulis, Senin (28/10/2019).

Namun, lanjut Elvira, pihaknya berpandangan bahwa Pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan RI sebagai pembuat kebijakan cukai hasil tembakau, seharusnya selalu berpedoman pada kepastian usaha. Industri juga membutuhkan iklim persaingan usaha yang adil bagi seluruh pelaku industri hasil tembakau di Indonesia.

"Praktik menetapkan tarif cukai rokok setiap tahun atau merevisi kebijakan cukai yang telah ditetapkan tidak hanya bertentangan dengan prinsip pembuatan kebijakan yang baik, tetapi juga telah menciptakan ketidakpastian terhadap industri," terangnya.


Elvira mencontohkan, kebijakan tarif cukai rokok tahun 2020 menetapkan kenaikan cukai rokok yang merupakan kenaikan terbesar dalam 10 tahun terakhir. Sedangkan pada tahun sebelumnya, tidak ada kenaikan cukai rokok sama sekali.

"Perumusan kebijakan publik yang baik memerlukan kolaborasi, transparansi, dan perencanaan. Jika tidak, perubahan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang drastis ini akan menciptakan ketidakstabilan dalam industri yang menyerap sekitar enam juta tenaga kerja yang mencakup petani tembakau dan cengkih, pekerja pabrikan, dan para peritel," tambahnya.


(das/dna)

Hide Ads