Lagi-lagi Pertumbuhan Ekonomi RI Mentok di 5%

Lagi-lagi Pertumbuhan Ekonomi RI Mentok di 5%

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 06 Nov 2019 08:08 WIB
1.

Lagi-lagi Pertumbuhan Ekonomi RI Mentok di 5%

Lagi-lagi Pertumbuhan Ekonomi RI Mentok di 5%
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2019 sebesar 5,02% year on year (yoy). Angka ini jauh lebih rendah dari kuartal III-2018 sebesar 5,17%.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, catatan nilai pertumbuhan ekonomi kuartal III ini disebabkan realisasi investasi yang masih rendah.

Selain itu perekonomian global pun diprediksi masih mengalami perlambatan. Hal ini terjadi karena perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang masih terjadi. Berikut berita selengkapnya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suhariyanto mengatakan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi sejumlah faktor seperti kondisi ekonomi global. Dia bilang, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China hingga tensi politik masih jadi tantangan.

Selain itu, harga komoditas migas dan non migas yang mengalami penurunan secara global yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019.

"Untuk minyak ICP rata-rata harga di triwulan III-2018 US$ 71,64 per barel. Tapi pada triwulan II-2019 jatuh jadi US$ 59,81 per barel," kata Suhariyanto di Gedung BPS, Selasa (5/11/2019).

Selain global, faktor dalam negeri seperti realisasi belanja pemerintah juga ikut memengaruhi ekonomi Indonesia. Pada triwulan III-2019 ini, realisasi belanja pemerintah hanya 22,75% dari pagu anggaran.

"Kalau dilihat lebih dalam penurunan realisasi belanja pemerintah, karena turunnya realisasi belanja pemerintah pusat. Ini berpengaruh pada komponen belanja pemerintah. Perlu jadi catatan bahwa besarnya realisasi investasi di BKPM hanya 14-15% dari total PNBP yang ada di PDB," jelasnya.

Konsumsi mobil disebutkan Suhariyanto juga melambat, sementara produksi semen naik 35,09%. Peristiwa ini juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2019.

Selain itu, Suhariyanto mengatakan, ada 9 sektor yang pertumbuhannya masih lambat. Salah satunya industri migas dan batu bara.

"Ada juga industri yang mengalami kontraksi misalnya industri batu bara dan migas kontraksi 0,74%. Industri alat angkutan juga kontraksi 1,23%. Dengan pergerakan masing-masih sub sektor industri. Industri pengolahan masih tumbuh 4,15%. Pertanian masih tumbuh 3,08%" tuturnya.

Lanjut ke halaman berikutnya >>>

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal lesunya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2019 sebesar 5,02%.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, kondisi tersebut dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan ekonomi dunia saat ini.

"Kita kena imbas, jadi yang tadinya rata-rata 5,05%, kuartal III jadi 5,02%. Ini inline dengan apa yang terjadi di dunia internasional, penurunan growth di tingkat global," kata dia di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).

Dia menyampaikan bahwa di tingkat internasional saja, pertumbuhan ekonomi dipangkas. Pelemahan ekonomi dunia tersebut turut berdampak ke Indonesia.

"Di tingkat internasional yang awalnya itu diperkirakan 3,4-3,5% sekarang itu prediksi 2019 hanya 3,0% tapi jadi turun 0,5%. Indonesia untuk kuartal III ini di 5,02%," lanjut dia.

Sementara faktor domestik seperti konsumsi dan investasi masih terbilang baik menurutnya. Namun konsumsi pemerintah memang turun dibandingkan kuartal sebelumnya tapi itu lebih karena pergeseran belanja.

"Kita masih lihat bahwa konsumsi stabil, investasi di sekitar 4%, konsumsi pemerintah itu memang rendah tetapi itu karena shifting pengeluaran saja. Banyak pengeluaran di kuartal II tinggi ya. Jadi itu nanti kita lihat setahunnya," tambahnya.

Lanjut ke halaman berikutnya >>>

Menanggapi hal itu, Founder Sigman Phi Indonesia Arif Budimanta menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia memang perekonomian Indonesia masih memiliki banyak tantangan karena belum bisa mencapai 7%.

"Komponen Ekspor Bersih maupun Investasi yang diharapkan tumbuh tinggi dan merubah struktur PDB justru mengalami perlambatan yang cukup signifikan sehingga belum berhasil mentransformasi struktur PDB kita yang hingga saat ini masih sangat didominasi oleh sektor konsumsi," kata Arif dalam keterangannya, Selasa (5/11/2019).

Arif mengatakan, kontribusi dari investasi dan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. Pada kuartal III-2018, kontribusi investasi dan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 2,24%. Sementara pada kuartal III-2019 hanya 1,38%.

"Meskipun andil ekspor bersih membaik yakni dari -1,1% pada triwulan III 2018 menjadi positif 1,81% pada triwulan III 2019, tetapi lebih disebabkan karena impor yang terkonstruksi 8,61% (yoy) sedangkan ekspor hanya tumbuh 0,02%" katanya.

Arif menjelaskan banyak potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan sekaligus merubah struktur ekonomi menjadi lebih berkualitas. Pertama dapat dilakukan dengan memanfaatkan tren penurunan suku bunga dan banjir likuiditas di pasar keuangan global untuk mendorong kemajuan UMKM di Indonesia.

"Hasil simulasi yang kami lakukan jika kita mampu mendorong 10% dari pelaku UMKM untuk naik kelas, maka ekonomi kita dapat tumbuh 7,3% per tahun" ujar
arif.

Yang kedua, kata Arif, dengan memetakan dan mendorong pertumbuhan daerah. Dia menilai hal itu dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi ketimpangan antar wilayah.

Salah satu indikator apakah arah ekonomi kita sudah mengarah terhadap strategi yang disebutkan yakni melihat besarnya proporsi kredit terhadap sektor-sektor tersebut.

Arif mengatakan pemerintahan baru harus memberikan harapan baru sehingga memberikan optimisme kepada pasar. Sebab, kata Arif, saat ini pasar menunggu langkah baru dari tim ekonomi Indonesia Maju.

"Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi yang relatif lambat ini harus dijawab dengan kerja Tim Ekonomi kabinet baru yang harus lebih cepat" tutup Arif.

Hide Ads