Pacul Impor Bikin Produksi RI Anjlok dan Tambah Pengangguran

Pacul Impor Bikin Produksi RI Anjlok dan Tambah Pengangguran

Achmad Syauqi - detikFinance
Sabtu, 09 Nov 2019 14:00 WIB
Foto: Achmad Syauqi/ detikcom
Klaten - Produksi pacul untuk kebutuhan bangunan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah anjlok. Penurunan produksi sampai 50% ternyata disebabkan masuknya pacul impor.

"Dulu sebelum ada pacul impor, sehari bisa membuat sampai 700-800 buah. Sekarang setelah ada impor paling cuma 400 buah per hari dan itu pun sepekan tidak full produksi," jelas Sapto Sri Harjanto, perajin pacul di Dusun Botokan, Desa Kranggan, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten saat ditemui detikcom di rumahnya, Sabtu (9/11/2019).

Dikatakan Sapto, dampak masuknya pacul impor itu dirasakan perajin sekitar lima tahun terakhir. Masuknya pacul impor, khusus untuk bangunan itu memukul perajin di desanya dan desa sekitar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Produksi pacul rumahan turun sebab permintaan dari toko semakin berkurang. Sepinya penjualan disebabkan toko bangunan dan pengguna proyek lebih memilih pacul impor.

"Kami semakin susah menjual sebab ada yang mulai fanatik dengan cangkul impor. Padahal dari sisi harga dan mutu kami menang," tambahnya.

Harga pacul lokal hanya Rp 12.500 per buah dengan bahan pelat baja. Sedangkan pacul impor di toko Rp 30.000 dengan bahan baja cor.

Dari sisi mutu, lanjut Sapto, pacul lokal lebih ringan dan tidak mudah patah. Padahal dengan bahan cor, pacul impor bisa patah jika jatuh dengan keras.

Sepinya penjualan yang berimbas ke produksi ikut memukul tenaga kerja. Sebelum marak pacul impor di rumahnya ada 12 pekerja yang penuh bekerja seminggu. Setelah itu hanya mempekerjakan 5 orang dan itu pun hanya bekerja tiga hari sepekan.

Serbuan Pacul Impor Bikin Produksi Dalam Negeri AnjlokFoto: Achmad Syauqi/ detikcom

Dalam seminggu, Sapto mengaku hanya bisa menjual 1.200 buah pacul dan itu pun ditopang pesanan. Padahal lima tahun lalu bisa di atas 4.000 buah.

pacul merk YN produksinya menjangkau wilayah Jawa, Sumatera dan Kalimantan, tapi sekarang lebih banyak ke pengepul di Kabupaten Kudus dan Sragen. Sapto berharap pemerintah menghentikan impor pacul. Sebab akan mematikan perajin lokal.

"Kami berharap impor dihentikan. Sebab perajin lokal saja kesulitan memasarkan, padahal bisa memenuhi kebutuhan," tegasnya.

Kasi Pemerintahan Desa Kranggan, Kecamatan Polanharjo, Budi Sarwono mengatakan Desa Kranggan merupakan pusat perajin pacul. Sebelum ada produk pacul impor, 90% warga bekerja di kerajinan itu.

"Dulu setiap rumah membuat atau bekerja sebagai perajin pacul. Sekarang banyak menganggur atau bekerja di pabrik," terangnya.

Sebab pacul sepi, masih ada yang bertahan membuat pisau dan sabit. Itu pun semakin sepi sebab pisau impor juga mulai masuk.


Perajin pacul yang besar hanya tinggal dua di desanya. Satu lagi ada di Desa Karangpoh, Kecamatan Jatinom.

Perajin di Dusun Karangpoh, Desa Bunyikan, Kecamatan Jatinom, Sri Yulianto mengatakan produksi dan penjualan semakin sepi untuk pacul lokal.

"Bahkan untuk pemasaran kami sekarang tidak sendiri. Untung ada perusahaan yang mau membantu memasarkan," ungkapnya.

Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM Pemkab Klaten, Bambang Sigit Sinugroho mengaku kerepotan menyikapi maraknya pacul impor.

"Repot karena persoalan nasional. Kami tidak mungkin melarang," jelasnya.

Pemkab hanya sebatas pembinaan perajin atau mencarikan solusi pemasaran. Menghentikan impor jelas bukan kewenangan kabupaten.


(ara/ara)

Hide Ads