-
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir telah memastikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). Keputusan ini juga menuai beragam komentar.
Sejumlah pihak menyayangkan Ahok ditempatkan sebagai komisaris, bukan direksi. Alasannya, menjadi komisaris, wewenang Ahok terbatas.
Contohnya tanggapan dari Direktur Eksekutif EnergyWatchMamit SetiawanmenilaiAhok lebih cocok jadi Direktur Utama (Dirut).
Mamit Setiawan menilai bahwa wewenang Ahok sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) sangatlah terbatas.
"Saya melihat sebagai fungsi dari Pak Ahok karena memang posisinya sebagai Komisaris Utama jadi kewenangannya sangat terbatas," tutur Mamit kepada detikcom, Sabtu (23/11/ 2019).
Terutama untuk mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaan rumah (PR) utamanya, yakni membasmi mafia migas.
"Saya kira posisi sebagai Komut ini bisa dikatakan secara kewenangan untuk membasmi mafia migas memang agak sedikit sulit saya melihatnya seperti itu. Dan memang mau tidak mau sebagai Dirut bisa mengambil decision, bisa mengambil keputusan. Kalau sebagai Komut kan tidak, karena kewenangan dia kan hanya sebatas sebagai pengawas direksi," jelas Mamit.
Meski begitu, ia memahami bahwa banyaknya penolakan terhadap Ahok atas latar belakang kasus yang pernah dialaminya membuat keputusan pemerintah menempati eks Gubernur DKI tersebut sebagai Komut adalah 'jalan aman'.
"Saya melihatnya bahwa memang banyak penolakan terhadap Ahok ya itu mungkin jadi pertimbangan Pemerintah di mana hanya menaruh beliau di posisi Komut. Karena terlalu besar risiko menempatkan seorang Ahok sebagai seorang Dirut yang bisa menimbulkan disharmonisasi di Pertamina sendiri. Bahkan saya mengatakan kalau Ahok jadi Dirut ya pasti akan banyak yang mempersulit juga nanti," paparnya.
Mamit menuturkan, jika memang Ahok ditempatkan sebagai Komut maka Erick Thohir harus betul-betul memperlebar wewenang Komut dalam mengawasi kinerja perusahaan tersebut.
Banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dituntaskan Ahok sebagai Komut Pertamina. Ahok punya PR untuk membasmi mafia migas, hingga menekan impor migas dalam mengatasi Current Account Defisit (CAD).
"Pak Ahok diharapkan bisa memberikan masukan atau pun bisa melakukan pengawasan secara komprehensif kepada direksi sehingga apa yang ditargetkan oleh Pak Jokowi terkait dengan pemberantasan mafia migas, terus juga mengurangi CAD. Karena kita tahu sektor bahwa sektor migas (minyak dan gas) adalah sebagai penyumbang terbesar CAD, di mana impor terbesar memang dilakukan oleh Pertamina," kata Mamit Setiawan kepada detikcom, Sabtu (23/11/2019).
Dalam memperbaiki CAD tersebut, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto menuturkan bahwa Pertamina yang akan diawasi Ahok nanti harus meningkatkan produksi minyak (lifting) yang tak pernah mencapai target nasional.
Toto mengatakan, dalam melaksanakan hal tersebut Pertamina harus meningkatkan upaya eksplorasi dan eksploitasi migas.
"Ini berarti harus meningkatkan usaha eksplorasi dan tahap eksploitasi, baik onshore maupun offshore. Butuh teknologi dan juga investasi besar dengan risiko yang juga tinggi," papar Toto.
Menambahkan PR Ahok, Mamit berpendapat bahwa Ahok juga harus menggenjot lagi program bahan bakar minyak (BBM) satu harga di Indonesia.
Terakhir, Mamit juga menyebutkan bahwa Ahok harus berkontribusi dalam memperbaiki kebijakan peredaran elpiji subsidi 3 kilogram (kg) yang juga menjadi biang kerok dalam neraca dagang migas Indonesia.
"Dan pasti adalah elpiji, sebagai impor terbesar. ini yang harus dilakukan Ahok. Apakah kalau dia bisa mengambil keputusan untuk menaikkan harga elpiji 3 kilogram(kg), atau dia bisa membuat keputusan dengan distribusi tertutup untuk elpiji 3 kg. Karena disparitas harga sangat tinggi antara elpiji 3 kg dan non subsidi," tutup Mamit.
Mamit mengatakan, PR lain Ahol saat menjadi Komut Pertamina nanti menurut Mamit adalah AHok harus bisa menjaga tutur katanya.
"Kalau saya memang melihatnya dengan kapasitas beliau ya bahwa dia memang bukan orang yang betul-betul paham migas (minyak dan gas). Tapi dengan kemampuan dan kapasitas beliau waktu menjadi Gubernur, saya melihatnya memang pasnya sebagai Dirut. Saya paham, bahkan saya di-bully oleh beberapa pengamat karena saya termasuk yang 'mendukung'," kata Mamit kepada detikcom, Sabtu (23/11/2019).
Oleh sebab itu, ketika Ahok sah menjadi Komut nanti, ia menegaskan satu hal, yakni Ahok harus menjaga tutur katanya, dan tak mengeluarkan pernyataan keras yang bisa menimbulkan konflik.
"Saya harap ke depan ketika dia sudah menjadi Komut, di mana Komut ini harusnya tidak banyak bicara ke luar, tapi bicara ke internal, agar dijagalah mulutnya. Jangan sampai nanti menimbulkan konflik lagi, perpecahan lagi," tegas Mamit.