Pikri juga menegaskan pihaknya tetap akan mematuhi peraturan tarif batas atas dan tarif batas bawah dalam menentukan tarif.
"Pokoknya kita nggak ada (tiket) naik, nggak boleh naik. Kita beri kesempatan masyarakat libur Nataru. Harga kita itu tak boleh tentukan sendiri kita sudah ditentukan pemerintah dimana ada TBA (tarif batas atas)," ungkap Pikri di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (26/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pikri juga menjelaskan harga tiket pun dipengaruhi biaya operasional airport tax atau passenger service charge, dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%.
"Di samping TBA, harga tiket pesawat kalau beli tiket ada komponen lain, PSC dan airport tax. Contoh Jakarta-Yogyakarta itu Rp 846 ribu, di terminal 3 airport tax Rp 130 ribu, ditambah PPN 10%. Ditambah lagi iuran asuransi Rp 5 ribu jadi harga bisa Rp 1 juta lebih," papar Pikri.
Baca juga: Kalau Swasta Jual Avtur, Garuda Mau Beli? |
Pikri juga menyampaikan masyarakat lebih cermat apabila membeli tiket di online travel agent (OTA). Pasalnya terkadang dalam laman OTA ada beberapa rute yang digabungkan, harga pun menjadi mahal.
"Masalah di OTA dia bisa gabung-gabungkan rute yang sebabkan harga mahal. Contoh Bandung-Medan itu TBA-nya Rp 2,4 juta. Tapi karena Garuda tak punya rutenya, OTA akan cari gabungkan rute," jelas Pikri.
"Bandung-Denpasar-Cengkareng-Medan misalnya, sehingga harganya gabungan total bisa Rp 5 jutaan," lanjutnya.
(ara/ara)