Menurutnya tidak ada jaminan bahwa perbankan masih eksis 10 tahun lagi dengan munculnya industri jasa keuangan berbasis digital. Tentu itu jadi tantangan bagi perbankan pelat merah.
"Bagaimana di era disrupsi yang terjadi pada saat ini ketika perbankan tidak ada lagi garansi 10 tahun lagi akan ada dengan yang namanya e-payment dan lain-lain, atau bisnis telko (telekomunikasi) yang mungkin 10 tahun lagi juga belum tentu ada," kata dia di Ruang Rapat Komisi VI, Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (2/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erick menyebut kondisi semacam itu harus diantisipasi. Pasalnya BUMN memiliki kontribusi terhadap negara.
"Hal ini yang harus kita antisipasi. Karena suka tidak suka BUMN masih jadi kontribusi terbesar daripada APBN, daripada Indonesia dan tentu dividen yang diberikan ke pemerintah," jelasnya.
Selain itu, menurutnya BUMN juga merupakan lokomotif pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, pada rapat kerja berikutnya dengan Komisi VI DPR RI, dirinya ingin mengangkat masalah tersebut.
"Ini lah kenapa pada raker berikut, mungkin awal tahun depan kami bisa diberi kesempatan bagaimana kita memperlihatkan strategi jangka menengah daripada BUMN dan tentu jangka panjangnya," terangnya.
"Karena kami di sini sama Wamen niatnya bukan hanya sekadar menyelesaikan tugas yang kita juga tidak tahu apakah 2 tahun atau 5 tahun. Tapi gimana kita terapkan fondasi supaya ke depan siapapun yang bisa jalankan bisa jalankan BUMN secara profesional, transparan dan lebih baik," tambahnya.
(toy/ara)