Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, penajaman data KPM ini dilakukan sebagai respons pemerintah atas laporan Anggota DPR RI dan juga masyarakat.
"Jadi penajaman ini adalah dalam rangka merespons berbagai macam komplain, termasuk saran dari Anggota DPR RI, yaitu di lapangan ternyata ada warga yang diduga mestinya lebih pantas menerima tapi ternyata tidak, tetapi ada warga yang mestinya tidak pantas menerima tetapi menerima," jelas Muhadjir usai melakukan rapat koordinasi Kartu Sembako di kantornya, Jakarta, Selasa (17/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengakui, memang dalam penetapan data tidak akan bisa sempurna atau 100% valid, sehingga pemerintah fokus 'bersih-bersih' data agar BPNT diterima oleh warga yang membutuhkan.
"Jadi data kan selalu begitu, tidak mungkin 100% sempurna. Ada yang mestinya masuk, tetapi di luar, ada yang mestinya di luar tetapi masuk. Jadi ini upaya kita melakukan penajaman atau kita sebut diskresi," tutur Muhadjir.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara mengatakan, 'bersih-bersih' data KPM ini memang tak mengarah pada penambahan KPM. Kemungkinan besar dari 15,6 juta KPM saat ini akan ada pengurangan. Selain itu, untuk penajaman data ini pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menyesuaikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari KPM.
"Penajaman angkanya masih harus kita detailkan lagi baik dengan pusat data kami dan Kemendagri. Jadi benar-benar sesuai NIK-nya. Kalau tambah sih saya kira tidak, karena kan sudah ada keputusannya 15,6 juta. Jadi kalau lebih dari itu tidak memungkinkan, tapi berapa nanti yang mendapatkan akan kita detailkan lagi," kata Juliari.
(hns/hns)