Garam yang diproduksi di pegunungan benar adanya. Lokasinya di Desa Long Midang, Krayan. Akses menuju sumur garam sekitar 400 meter dari jalan perbatasan dengan kondisi berlumpur. Krayan sendiri terletak di ketinggian 1.000 mdpl.
detikcom mengunjungi langsung lokasi sumur garam di tapal batas. Di lokasi, ada dua sumur garam yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Diameter sumurnya tidak besar, tak sampai 1 meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua sumur garam yang ada tidak dikelolanya sendiri. Ia hanya mengelola satu sumur garam, sedangkan satunya dikelola bergantian oleh masyarakat desa. Mereka yang bergantian menambak garam dari sumur harus membayar Rp 400 ribu selama 2 minggu sebagai uang pemeliharaan.
"Kalau macam kami ya karena ini lokasi kan jadi sebelah sana kelola, bayar karena beli drum satunya kan Rp 400 ribu baru kita sedia barang macam piring gelas," tambahnya.
![]() |
Produksi garam per minggunya rata-rata bisa mencapai 158 kilogram (kg). Produksi garam juga tergantung dari jenis kayu yang digunakan sebagai bahan bakar dan cuaca Krayan yang curah hujannya tinggi.
"Per minggu 158 kg karena hujan jadi air tercampur susah asin. Kalau kemarau air bagus. Satu hari rekor 28 kg," ujarnya.
Produksi garam di perbatasan ini dilakukan dengan mengambil air dari dasar sumur kemudian menaruhnya di atas drum hingga menyusut. Ada 3 drum di atas tungku api yang airnya harus diisi bergantian.
Sarah mengatakan, garam produksinya dijual Rp 50.000 per kg. Pembelinya juga ada yang dari Malaysia.
"Di sini (Krayan) aja sama Malaysia Rp 50.000 per kg. Kalau orang (Malaysia) nggak cerewet 15 ringgit kadang (kursl Rp 3.500-3.600. Kalau cerewet saya kasih mahal 17 ringgit," tuturnya.
Garam Long Midang ini juga sering diklaim sebagai produk Malaysia. Garam sumur yang dikemas dalam plastik polos kemudian diberi label buatan Ba'kalalan, Malaysia.
"Mereka juga suka klaim dari Ba'kalalan," katanya.
![]() |
(ara/eds)