Jakarta -
PT Pertamina (Presero) melakukan integrasi data perpajakan PT Pertamina dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Dengan kerja sama ini Ditjen Pajak bisa melihat langsung data keuangan Pertamina dan melakukan pemajakan tanpa harus melakukan audit langsung.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebut sebetulnya program ini sudah berjalan sejak 1 Januari 2018. Saat itu Pertamina menyelaraskan program e-faktur untuk transaksi penjualan dan pembelian.
Hari ini sendiri kedua belah pihak melakukan kerja sama berikutnya dalam rangka integrasi data pajak, yaitu integrasi data berupa bukti potong dan bukti pungut untuk pajak penghasilan perusahaan (e-bupotput). Dengan begitu penghitungan pajak penghasilan tahunan perusahaan akan dilakukan secara digital oleh Ditjen Pajak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Per 1 Januari 2018 kita lakukan host to host untuk e-faktur transaksi pembelian dan penjualan kita. Nah ini next-nya yang kita tanda tangan ini untuk digitalisasi e-bupotput," tutur Nicke dalam peresmian kerja sama dengan Ditjen Pajak di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (9/12/2019).
Nicke menjelaskan sejauh ini transaksi penjualan dan pembelian Pertamina, hingga ke pihak kedua yang diajak transaksi Pertamina pun bisa dilihat Ditjen Pajak.
"Sejauh ini baru e-faktur, ini semua transaksi bisa dilihat sama Ditjen Pajak. Pembelian penjualan, bahkan ke pihak kedua juga kelihatan," kata Nicke.
Nicke mengatakan di 2018 dengan menggunakan digitalisasi pajak ini bisa menyetor pajak hingga Rp 120 triliun.
"Sejak tahun 2018 dari sisi perpajakan dan dividen, kita berikan Rp 120 triliun dari kedua pajak dan dividen. Kita kembangkan lagi nanti GL-Tax maping," sebut Nicke.
Kelebihan Integrasi Data Pajak
Nicke mengatakan dengan integrasi data yang dilakukan pihaknya bisa terhindar dari tax exposure alias resiko tambahan utang pajak. Pasalnya, semua data keuangan Pertamina bisa diakses secara langsung oleh Ditjen Pajak.
"Jadi ada kepastian hukum karena kita tahu persis berapa pajak kita. Jadi tak ada lagi tax esposure, jadi kan semua terlihat angkanya Ditjen Pajak lebih mudah menghitungnya dan real time," kata Nicke.
Selanjutnya, potensi negosiasi korupsi dalam tubuh Pertamina bisa ditekan karena data keuangan dan transaksi bisa terpantau.
"Bagus buat jajaran kita untuk membatasi ruang negosiasi. Setiap proyek ada potensi negosiasi oknum, kan pihak kedua kita juga terpantau kalau transaksi," ungkap Nicke.
Untuk Ditjen Pajak sendiri, mendapatkan keuntungan berupa kemudahan penghitungan pajak. Pasalnya, tanpa integrasi digital data perpajakan ini butuh hingga 16 pegawai pajak untuk mengaudit keuangan Pertamina.
"Kami kalau audit Pertamina bisa 12-16 orang. Dengan integrasi data transparansi yang kita lakukan kita bisa deploy 16 orang ke tempat lain, karena data keuangan Pertamina selalu ter-update secara realtime," kata Direktur Intelijen Perpajakan Ditjen Pajak, Pontas Pane.
Selain itu, Pontas juga mengatakan komunikasi lebih mudah. Bila ada transaksi yang mencurigakan pihak Pontas hanya tinggal mengirimkan email ke perusahaan untuk menjelaskan transaksi tersebut.
"Kita juga nggak perlu lagi surat menyurat kayak surat peringatan gitu. Tinggal email, tanya ini ada sesuatu transaksi mesti kita diskusikan, dan bisa dijawab dengan cepat," kata Pontas.
Simak Video "Hari Lingkungan Hidup 2025: Pertamina Tampilkan Teknologi Ramah Lingkungan dari Desa"
[Gambas:Video 20detik]