Awalnya, barang bebas bea masuk tidak lebih dari US$ 75 atau Rp 1.050.000, kini diturunkan menjadi tidak lebih dari US$ 3 atau Rp 45.000. Artinya, jika harga barang di atas US$ 3 maka akan kena bea masuk. Aturan ini mulai berlaku Januari 2020.
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali mengatakan, kebijakan itu terbilang masuk akal dan akan memiliki dampak positif terutama ke produsen lokal. Namun dampaknya tidak akan signifikan jika dikaitkan dengan perusahaan ritel yang sahamnya tercatat di pasar modal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan seperti saham PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI). Perusahaan ini memegang merek-merek fashion ternama dunia di Indonesia, seperti Zara, Pull&Bear, Stradivarius, Mark&Spencer, Bershka dan masih banyak lagi.
Merek-merek itu merupakan produk fashion kelas menengah ke atas. Para pesaingnya di e-commerce pun rata-rata memiliki harga di atas batasan tersebut.
"Jadi saya rasa hal tersebut positif namun dampaknya tidak akan langsung berasa secara signifikan. Mungkin seperti baju-baju yang murah. Kalau bicara MAPI saya ingatnya level Zara. Kalau bawa ke Indonesia kan tetap kena cukai sejak dulu," tuturnya.
Lalu untuk PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang menjual produk pakaian menengah ke bawah juga menurutnya tak berpengaruh signifikan. Karena konsumen di level itu tidak sensitif dengan brand-brand tertentu.
Untuk tahun depan sendiri, Frederik menilai masih cukup menantang bagi perusahaan ritel. Daya beli yang melesu masih menjadi kendala.
"Retail masih menantang di tahun ini, terbukti dari retail index Indonesia pertumbuhannya cukup lambat. rata-rata single digit awal dan bahkan bulan Juni 2019 sempat mengalami penurunan -1,8% YoY. Jadi selain daya beli, konsumen juga terlihat menahan pengeluaran," tuturnya.
(das/fdl)