Jakarta - Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan menurunkan batasan (threshold) bea masuk dan pajak untuk barang kiriman. Kebijakan ini mulai berlaku mulai awal 2020.
Awalnya, barang bebas bea masuk maksimal US$ 75 atau Rp 1.050.000, kini diturunkan menjadi maksimal US$ 3 atau Rp 45.000. Jika harganya di atas US$ 3 maka akan kena bea masuk.
Dengan begitu, bagi mereka yang biasa impor barang dengan harga di bawah US$ 75 harus terbiasa dengan pengenaan bea masuk. Sudah tahu cara hitungnya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Deni Surjantoro menjelaskan skema perhitungan pengiriman barang dari luar negeri beserta bea masuk dan pajak-pajaknya. Perlu dicatat, ini berlaku untuk barang kiriman, bukan barang yang dibawa langsung dari luar negeri (hand carry).
Ada beberapa unsur dalam perhitungan bea masuk barang kiriman. Pertama hitung nilai dasar pengenaan bea masuk yang terdiri dari harga barang (cost) + nilai asuransi (insurance) + ongkos kirim (freight) atau biasa disebut nilai CIF.
"Kemudian CIF itu dikalikan dengan tarif bea masuk itu 7,5%, kecuali tas, sepatu dan garmen," terang Deni kepada detikcom.
Pemerintah memang memberikan tarif bea masuk yang berbeda untuk produk tas, sepatu dan tekstil untuk melindungi industri dalam negeri. Untuk tas 15-20%, sepatu 25-30% dan tekstil 15-25%.
Nah setelah CIF dikalikan bea masuk, hasilnya ditambah CIF kembali. Angka yang keluar menjadi nilai dasar pengenaan pajak.
Kemudian, nilai dasar pengenaan pajak itu dikalikan PPN sebesar 10% kemudian dikalikan PPh. Tapi pemerintah sudah menghapus PPh menjadi 0%.
Simulasinya ada di halaman selanjutnya.
Simulasi Misalnya jika membeli sebuah tas dari Amerika Serikat dengan harga US$ 30. Kemudian ongkos kirimnya sekitar US$ 8 dan asuransi sekitar US$ 1 maka nilai CIF US$ 39. Saat berbelanja di e-commerce asing terkadang pembeli diberikan pilihan untuk tidak menggunakan asuransi.
Nilai itu kemudian disetarakan ke rupiah. Menghitung asumsi rupiah Rp 14.000/dolar AS, maka menjadi Rp 546.000. Penghitungannya harus sesuai dengan nilai mata uang yang berlaku saat itu.
Untuk produk tas sendiri dikenakan bea masuk khusus 15-20%. Jika diambil tarif paling paling rendah (15%) maka tarif bea masuknya Rp 546.000 Γ 15% = Rp 81.900. Jika ditambahkan dengan CIF maka nilai dasar pengenaan pajaknya Rp 546.000 + Rp 81.900 = Rp 627.900.
Kemudian angka itu dikalikan PPN menjadi Rp 627.900 Γ 10% = Rp 62.790. Dengan begitu, total pajak yang harus dibayarkan di Indonesia adalah Rp 81.900 + Rp 62.790 yaitu Rp 143.690.
Mengapa aturan baru ini diterapkan?
Alasan Batasan Bea Masuk DiturunkanMenurut penjelasan akun resmi Twitter Ditjen Bea dan Cukai alasan kebijakan itu dibuat lantaran semakin besarnya pake kiriman dari luar negeri. Pada 2019 sudah tercatat sebanyak 49,69 juta paket kiriman dari luar negeri.
"Ini meningkat tajam dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 19,57 juta paket pada tahun 2018," terang admin @beacukaiRI.
Dengan semakin banyaknya paket kiriman barang dari luar negeri dampaknya akan mengerikan. Banyak industri dalam negeri yang guling tikar terutama produsen tas, sepatu, dan tekstil.
"Karena itulah pemerintah harus mengambil langkah untuk melindungi industri dalam negeri. Kita ga mau kan Indonesia kebanjiran barang impor?" tulisnya.
Menurut Ditjen Bea dan Cukai dari paket kiriman dari luar negeri itu sebagian besar merupakan produk dengan nilai US$ 3. Oleh karena itu sikap untuk melindungi produsen dalam negeri diambil.