Jokowi Mantap Pindahkan Ibu Kota ke Kaltim

Kaleidoskop 2019

Jokowi Mantap Pindahkan Ibu Kota ke Kaltim

Anisa Indraini - detikFinance
Sabtu, 28 Des 2019 16:30 WIB
Ilustrasi/Foto: Pindah Ibu Kota Tim Infografis: Nadia Permatasari
Jakarta - Tahun 2019 menjadi tahun yang mengejutkan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, di tahun 2019 pemerintah mengumumkan ibu kota Jakarta akan dipindah ke tempat lain.

Sebenarnya wacana pindah ibu kota bukanlah hal baru. Wacana memindahkan ibu kota tercetus saat Presiden pertama Indonesia, Sukarno berada di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada 17 Juli 1957.

Saat itu Sukarno mengunjungi kota itu bersama Duta Besar Amerika Serikat Hugh Cumming Jr, Dubes Uni Soviet D. A. Zhukov, serta Sri Sunan Pakubuwono XVII. Presiden berada di Palangkaraya untuk menancapkan tiang pancang bakal kota itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan penelusuran detikcom, Sukarno diketahui mengidam-idamkan Palangkaraya yang artinya 'Tempat Suci, Mulia dan Agung' itu sebagai Ibu Kota masa depan Indonesia. Alasan Sukarno memilih Palangkaraya, karena kota tersebut berada di tengah-tengah Indonesia.

Sukarno juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu membangun sebuah kota baru. Bung Karno pun sudah menyiapkan grand design bagi Palangkaraya. Hal itu bisa dilihat dari desain kota, yang berubah dari rencana semula.

Saat dicanangkan pada tahun 1957, desain kota masih sangat sederhana. Namun, wacana ini tak kunjung terealisasi hingga akhir masa pemerintahan Bung Karno. Penyelenggaraan Asian Games di Indonesia pada 1962 disebut menjadi pengalihan rencana ini.

Gagasan pemindahan ibu kota kembali muncul era pemerintahan Orde Baru tahun 1990-an. Rencananya ibu kota dipindahkan ke Jonggol, Bogor, Jawa Barat yang jaraknya 49-50 km dari Jakarta. Namun wacana itu juga tak jelas kelanjutannya.

Belakangan wacana itu menjadi permainan para pengusaha dan mafia tanah untuk menaikkan harga tanah di kawasan Jonggol. Wacana kembali muncul di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2012.

Beberapa daerah muncul sebagai alternatif ibu kota negara, yaitu Palembang (Sumatera Selatan), Karawang (Jawa Barat), Sulawesi Selatan dan Palangka Raya (Kalimantan Tengah). Tapi SBY lebih mendorong pengembangan Jakarta sebagai pusat bisnis ekonomi dengan nama The Greater Jakarta.

Akhirnya, pada 29 April 2019, Jokowi dalam rapat terbatasnya memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa. Rencana ini bukan lagi sekadar wacana karena kajian dari berbagai aspek yang sudah dipertimbangkan dalam 1,5 tahun terakhir menyimpulkan bahwa Indonesia sangat dimungkinkan memindahkan ibu kotanya.

Jokowi pun meminta izin kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan dalam pidato kenegaraan di Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI.

Penasaran bagaimana perjalanan pemindahan ibu kota baru? Simak Kaleidoskop berikut ini.


Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memilih Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai ibu kota negara Indonesia yang baru. Hal itu diumumkan langsung pada 26 Agustus 2019 di Istana Negara, Jakarta Pusat.

"Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).

Selain pemerataan pembangunan, salah satu alasan lain pemindahan ibu kota negara adalah beban Jakarta yang sudah sangat tinggi.

Presiden Jokowi mendapatkan laporan, Jakarta menanggung rugi hingga Rp 100 triliun setiap tahunnya gegara kemacetan di jalanan.

Jokowi menekankan pembangunan ibu kota bukan semata-mata hanya mendirikan bangunan baru saja. Dia ingin magnet pembangunan di Indonesia tak hanya terpusat di Jawa saja, sehingga pemindahan ke tengah-tengah wilayah di Indonesia bisa membawa magnet pembangunan merata ke wilayah lainnya.

"Intinya kota itu tujuannya untuk menggeser magnet. Visinya adalah menggeser pusat dan magnet bangsa Indonesia. Bukan hanya tersentralisasi di Pulau Jawa," kata Jokowi.



Setelah Kalimantan Timur diputuskan sebagai ibu kota baru Indonesia, pemerintah mengebut rancangan undang-undang (RUU) pemindahan ibu kota negara. Itu bakal menjadi payung hukum rencana pemerintah mendirikan pusat pemerintahan baru.

Dalam menggodok RUU tersebut, bisa jadi nanti pemerintah melakukan revisi terhadap undang-undang yang jadi payung hukum Jakarta sebagai ibu kota negara saat ini.

Pembahasan RUU tersebut dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kemungkinan akan memakan waktu hingga beberapa kali pertemuan.

Konsep Ibu Kota Baru

Pemerintah menggunakan konsep smart city smart mobility dalam membangun infrastruktur transportasi di ibu kota baru di Kalimantan Timur (Kaltim). Konsep tersebut melahirkan sebuah sistem transportasi yang pendekatannya ramah lingkungan.

Salah satu moda transportasi yang akan digunakan di ibu kota baru nanti adalah autonomous rail rapid transit. Moda transportasi ini menyerupai kereta. Moda transportasi ini memakai ban dari karet, dan yang menarik, tidak melintas di atas melainkan menyusur garis putih yang sudah dilukis di jalur yang sudah ditentukan.

Rencananya moda ini akan dibangun pada fase 2 pembangunan ibu kota baru. Pada tahap awal, transportasi yang akan digunakan kemungkinan kereta LRT dan juga bus elektrik.

"Pokoknya harus eco friendly karena ini adalah kota masa depan. Kita harus bangun kota yang berkelanjutan. Angkutan massal harus menggunakan listrik. Kalau itu terjadi, maka kota baru ini bukan cuma ibu kota tapi juga bisa jadi destinasi wisata sehingga orang bisa lihat kota masa depan itu seperti ini," kata Menhub Budi Karya Sumadi.



Pembangunan infrastruktur di ibu kota baru sendiri akan dimulai tahun depan. Diperkirakan pembangunan di Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kecamatan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara dilakukan pertengahan 2020.

Dalam bahan paparan Kementerian PUPR saat raker bersama Komisi V DPR RI, Rabu (28/8/2019), tertulis bahwa ada tiga infrastruktur dasar yang dibangun 2020. Di antaranya jalan dan jembatan, sumber daya air (SDA), dan permukiman.

Perkiraan awal kebutuhan anggaran untuk penyiapan jalan nasional non tol sebesar Rp 500 miliar untuk uang muka. Selanjutnya untuk SDA terdiri dari penyediaan air baku, pembangunan bendungan dan embung, dan pengendalian banjir dan drainase Rp 175 miliar untuk uang muka.

Selanjutnya yang ketiga, permukiman terdiri dari sarana/prasarana utilitas bawah tanah seperti air minum/air limbah, drainase, dan sarana/prasarana umum kawasan 2.000 hektare (ha) Rp 100 miliar untuk uang muka.Kemudian kebutuhan Rp 90 miliar untuk konsultan urban design 2.000 ha, rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) 40 ribu ha dan design control 180 ribu ha, serta konsultan basic design untuk perumahan PNS.

Sementara untuk biaya keseluruhan yang diproyeksikan memindahkan ibu kota diestimasi sekitar Rp 466 triliun.

Presiden Jokowi mengatakan pendanaan dalam pemindahan ibu kota akan menggunakan 19% dari APBN. Sedangkan sisanya adalah pendanaan dari investasi swasta dan BUMN.

Jokowi bilang pendanaan mengandalkan APBN akan diupayakan lewat skema pengelolaan aset negara di Jakarta dan ibu kota yang baru.

"Sisanya dari KPBU dan investasi swasta," katanya.

Adapun dana Rp 466 triliun tersebut di antaranya akan digunakan untuk pembangunan sejumlah gedung. Yang pertama berkaitan dengan fungsi utama, meliputi gedung legislatif, yudikatif, dan eksekutif, serta istana negara dan bangunan strategis TNI/Polri.

Berikutnya yang kedua adalah menyediakan fungsi pendukung, meliputi rumah dinas untuk ASN dan TNI/Polri, sarana pendidikan seperti gedung sekolah dan perguruan tinggi, sarana kesehatan dan lembaga pemasyarakatan.

Selanjutnya, yang ketiga biaya pemindahan ibu kota juga untuk penyediaan fungsi penunjang, meliputi sarana dan prasarana jalan, listrik, telekomunikasi, air minum, drainase, pengolah limbah dan lain sebagainya. Terakhir adalah biaya untuk pengadaan lahan.



Simak Video "Video: Melihat Perkembangan Terbaru IKN 2025!"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads