Komentar tersebut Said tulis dalam cuitannya di akun twitter @msaid_didu. Menurutnya, kronologis yang diceritakan hanyalah menutupi persoalan sebenarnya.
"Saran saya @KemenBUMN fokus memperbaiki BUMN dan mencari perampoknya. Jangan buat narasi pengalih perhatian. Penjelasan anda terkesan ada yg ditutupi. Buka dong saat terjadi perampokan di 2016 - 2018," cuit Said Jumat, 27/12/2019 pada pukul 8:05 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala itu, Said mengatakan, hingga tahun 2016 kondisi keuangan Jiwasraya masih sehat. Namun, memasuki tahun 2017, kondisi Jiwasraya berbalik merugi.
"Menurut saya terjadi perampokan. Kenapa? Perusahaan yang sangat sehat tahun 2016, 2017 tahu-tahu defisit puluhan triliun. Berarti ada penyedotan dana yang besar sekali yang terjadi," kata Said usai menghadiri diskusi publik 'Pertamina Sumber Kekacauan?" di restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Dia pun membeberkan asal muasal jatuhnya Jiwasraya. Menurutnya, pada krisis keuangan tahun 1998 Jiwasraya memang sudah merugi. Namun, pada pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jiwasraya membaik.
Said menuturkan, kondisi Jiwasraya pada tahun 2016 sangatlah baik. Meskipun sebelumnya perusahaan juga memiliki utang.
"Tahun 2005 saya masuk ada utang sekitar Rp 6 triliun. Kemudian selesai 2009 dan mulai menjadi sangat sehat, dan kelihatan puncak sehatnya 2016 dengan untung sekian triliun," ungkap dia.
Menurut dia, Jiwasraya tak hanya 'buntung' karena saham gorengan. Ia menduga adanya kebocoran keuangan perusahaan dalam jumlah yang sangat besar.
"Insting saya menyatakan ada tindakan korupsi. Nggak mungkin bocor besar sekali sampai puluhan triliun. Tidak mungkin kalau hanya risiko bisnis terjadi saat itu, karena ekonomi di 2018 biasa-biasa saja kok tidak seperti 98," tutup Said.
Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyebut, masalah yang membelit perusahaan sudah terjadi sejak 2006.
(dna/dna)