Berdasarkan keterangan yang diterima detikcom, Senin (20/12/2019), BPH Migas melampirkan kebutuhan BBM untuk sektor non transportasi pada tahun 2019. Antara lain perikanan sebesar 1,9 juta KL, pertanian 308 ribu KL, usaha mikro 75 ribu KL, dan pelayanan umum 50 ribu KL.
Pada 2020, kuota BBM solar subsidi untuk konsumen pengguna transportasi khusus (PELNI, ASDP, dan KAI) ditetapkan berbeda dengan tahun sebelumnya, yaitu ditetapkan kuota per triwulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun permasalahan yang dihadapi BPH Migas di antaranya potensi over kuota JBT tahun 2019 sebesar 1,28 juta KL (Rp 2,56 T dengan asumsi subsisi Rp 2.000 per liter), revisi lampiran Perpres cukup di rapat dengan Menko Perekonomian, digitalisasi nozzle yang belum selesai, dan konsumen pengguna transportasi khusus (PELNI, ASDP, dan KAI) yang belum menggunakan sistem IT.
Untuk itu, BPH Migas juga melampirkan lima solusi dalam penyediaan dan pendistribusian JBT dan JBKP tahun 2020. Pertama, revisi lampiran Perpres 191 Tahun 2014. Isinya yaitu kendaraan perkebunan dan pertambangan yang tidak boleh menggunakan JBT di atas roda 6 diubah menjadi di atas roda 4.
Lalu kereta api umum barang diusulkan tidak diberikan BBM Subsidi dan pembudidaya ikan skala kecil tidak menggunakan kincir, sehingga diusulkan menghilangkan kata 'kincir'.
Solusi kedua, akselerasi IT Nozzle di PT Pertamina (Persero). Saat ini jumlah SPBU yang telah terdigitalisasi sebanyak 2740 SPBU dengan ketersediaan EDC sebanyak 2552 SPBU dan yang telah melakukan pencatatan nomor polisi kendaraan sebanyak 601 SPBU.
Solusi ketiga, pemanfaatan sistem IT di konsumen pengguna transportasi khusus (PELNI, ASDP, dan KAI) dan solusi keempat, data kebutuhan BBM untuk pengguna non transportasi harus disediakan BPS.
Solusi terakhir pengawasan dalam penyediaan dan pendistribusian BBM yang melibatkan semua pihak. Pengawasan terbuka melibatkan Polri, Pemda, dan TNI. Lalu pengawasan tertutup melibatkan BIN dan pengawasan menggunakan IT dengan akselerasi digitalisasi nozzle di SPBU.
(akn/ega)