Menurut Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara, risiko sistemik tersebut akan terjadi pada kepercayaan para nasabah asuransi. Kepercayaan nasabah akan menurun akibat kasus gagal bayar Jiwasraya.
"Ada krisis trust di mana trauma nasabah khawatir polis asuransi tidak dibayarkan. Ini mimpi buruk bisnis asuransi di Indonesia," kata Bhima kepada detikcom, Kamis (9/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini, kata Bhima, tentunya sangat merugikan sektor perasurasian dalam negeri. Padahal, masih banyak potensi yang bisa digarap di sektor tersebut.
"Jika ada agen asuransi jual unit link misalnya paket asuransi plus investasi banyak yang skeptis. Ini buat pasar asuransi Indonesia terganggu. Padahal pasar asuransi di Indonesia baru mencapai 6.6%, sisanya potensial belum tergarap optimal. Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)," tuturnya.
Bhima menilai, kasus Jiwasraya terjadi karena adanya kelalaian dalam pengawasan, dalam hal ini pihak regulator. Menurutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus ikut bertanggung jawab.
"Kenapa bisa terjadi malpraktik Jiwasraya. Karena terjadi pembiaran karena pengawasan OJK longgar terutama dalam menindak direksi yang menempatkan dana kelolaan di aset berisiko tinggi seperti saham gorengan. OJK yang harus dimintai pertanggungjawaban," jelasnya.
(fdl/ang)