Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo meramaikan wilayah Zona Ekonomi Ekalusif (ZEE) di
Natuna diramaikan oleh nelayan tanah air. Instruksi bertujuan agar potensi laut nasional dimanfaatkan nelayan lokal.
Belakangan ini di perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) ramai menjadi perdebatan lantaran masuknya kapal coast guard China ke wilayah ZEE tanpa izin. Kapal pengaman laut asal Negeri Tirai Bambu ini dikabarkan mengawal kapal nelayan di sana.
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Polhukam telah menyiapkan nelayan untuk berlayar ke Natuna. Setidaknya sudah ada sekitar 470 kapal nelayan yang siap memanfaatkan potensi laut Natuna.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun nelayan yang ingin ke perairan Natuna harus menggunakan kapal berkapasitas besar. Mengingat Natuna berada di laut lepas.
"Saya rasa Kemenko Polhukam sudah rapat dengan lintas Kementerian dan di sana disampaikan bahwa akan ada nelayan-nelayan yang akan dikirim ke sana yang akan berlayar di sana dan saya rasa kita melihat bahwa wilayah laut di sana membutuhkan kapal-kapal di atas 150 GT," kata Deputi V KSP, Jaleswari di kantornya, Senin (13/1/2020).
Sampai saat ini pengoperasian kapal berkapasitas besar masih terganjal oleh Peraturan Dirjen Tangkap melalui SE Nomor D1234/DJPT/PI470D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan pada Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)/SIPI/SIKPI. Aturan tersebut menyebut kapal berukuran besar seperti yang berukuran 150 GT dilarang beredar dai perairan RI sejak tahun 2015.
Apakah Edhy Prabowo akan mencabut larangan tersebut? Klik halaman selanjutnya
Edhy mengatakan sedang mengevaluasi aturan larangan berlayar bagi kapal berukuran besar dengan kapasitas mesin 150 GT ke atas. Bahkan dirinya terbuka bagi siapa saja yang ingin memberikan masukan.
"Evaluasi tentu kita lakukan. Sama tim-tim. Kita akan uji publik ke lapangan, yang tidak setuju silakan kasih masukan. Para ahli saya kumpulkan jadi penasehat. Pelaku usaha juga jadi komisi pemangku kepentingan supaya mereka saling mendengar," kata Edhy di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Evaluasi aturan tersebut juga mengacu instruksi Presiden Joko Widodo agar nelayan nasional meramaikan wilayah ZEE termasuk di Natuna. Hanya saja nelayan tidak berani melaut di sana karena kapal yang digunakan berukuran kecil.
Edhy mengaku tidak akan mencabut aturan tersebut sebelum melakukan evaluasi secara mendalam. Sebab pemerintah juga harus menjaga keberlangsungan ekosistem kelautan.
Beberapa waktu lalu, Edhy juga menyatakan siap merevisi kebijakan lain era Susi Pudjiastuti meskipun akan kena bully masyarakat Indonesia. Sejak awal menjabat, Edhy memiliki banyak rencana untuk mengkaji ulang berbagai regulasi yang diteken pejabat sebelumnya, mulai dari aturan mengenai penangkaran dan budi daya benih lobster, penggunaan alat tangkap cantrang, izin kapal, penenggelaman kapal pencuri ikan, dan sebagainya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini kerap mengatakan bahwa ia hanya menjalankan dua perintah yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika melantik dirinya menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Tugas pertama yakni membangun komunikasi antara pemerintah dengan nelayan, dan meningkatkan budidaya perikanan dan sumber daya lainnya.
Revisi larangan kapal 150 GT juga sudah dirapatkan oleh KSP (Kantor Staf Presiden yang melibatkan pejabat eselon I kementerian dan lembaga yang memiliki kepentingan di sektor kelautan dan perikanan.
Jubir Presiden, Fadjroel Rahman mengatakan sedang membahas aturan tersebut. Jika benar direvisi maka akan masuk dalam omnibus law pengamanan laut.
"Salah satunya, lebih jauh lagi omnibus law terkait Natuna itu. Tapi sampai saat ini masih tetap bisa dilakukan pengamanan terhadap Zona Ekonomi Ekslusif, penegakan hukum ya," kata Fadjroel di kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Senin (13/1/2020).
Sedangkan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardhani mengatakan pihak Kementerian Koordinator Bidang Polhukam sedang membahas aturan larangan kapal dengan kementerian terkait. Sebab, kapal yang bisa melaut ke Natuna dipastikan bertonase besar.
Tujuan dari revisi aturan ini adalah bagaimana pemerintah meningkatkan sistem keamanan laut di Indonesia di saat banyak nelayan nasional berlayar di Natuna.
"Saya rasa, pemerintah baik pusat atau daerah akan melindungi nelayan tersebut dan itu ditetapkan juga dengan regulasi. Bicara soal regulasi, kawan-kawan kementerian juga bicara bagaimana regulasi keamanan laut diintegrasikan. Karena kita tahu, memiliki regulasi-regulasi yang begitu banyak sehingga kemarin tercetus perlunya omnibus law tentang pengamanan laut," ungkap dia.
Simak Video "Menteri Kelautan dan Perikanan Trenggono Penuhi Panggilan KPK"
[Gambas:Video 20detik]