Jakarta - PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) banyak dibahas orang akhir-akhir ini. Berbagai pihak menyampaikan pandangannya soal apa yang terjadi di dua perusahaan asuransi BUMN itu. Ada masalah apa sih di dua perusahaan ini?
Masalah di Jiwasraya bukan baru-baru aja terjadi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan masalah Jiwasraya sudah terjadi sejak 10 tahun lalu.
"Ini persoalan yang sudah lama sekali, 10 tahun yang lalu. Problem ini yang dalam 3 tahun ini kita sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini," kata Jokowi di Novotel Balikpapan, Kaltim, Rabu (18/12) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga turun tangan menangani kasus gagal bayar di Jiwasraya. BPK bilang BUMN ini sudah bermasalah sejak 2006 atau sekitar 14 tahun yang lalu.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna pernah mengatakan Jiwasraya rugi Rp 13,7 triliun per September 2019 dan di November ekuitas negatif Rp 27,7 triliun. Jiwasraya juga dihadapkan dengan kewajiban pengembalian dana nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun. Dana itu merupakan akumulasi kewajiban pencairan klaim polis yang gagal dibayar perusahaan sampai periode Oktober-Desember 2019.
JS Saving Plan menjadi akar dari permasalahan gagal bayar Jiwasraya. JS Saving Plan merupakan produk asuransi yang menawarkan jaminan diri dan investasi di masa depan. Produk ini ditawarkan Jiwasraya dengan menggandeng banyak bank.
Gampangnya, perseroan menawarkan produk dengan imbal hasil tinggi sekitar 9-13%. Tawaran ini disambut baik banyak nasabah karena iming-iming yang lebih tinggi dari bunga deposito yang saat ini paling tinggi berada di level 6%. Banyak nasabah yang membeli produk ini dengan harapan mendapatkan keuntungan investasi di masa depan.
Uang nasabah kemudian ditempatkan ke instrumen investasi oleh Jiwasraya. Sayangnya, hasil investasi ini menyusut alias boncos. Jiwasraya berinvestasi di reksa dana dan saham yang hasilnya kian menunduk. Terlebih lagi ada yang ditempatkan di saham gorengan.
Kewajiban perseroan untuk mencairkan polis nasabah kian dekat, tapi duitnya nggak ada. Nasabah pemegang polis Jiwasraya tak cuma warga negara Indonesia (WNI), ada juga WNA dengan salah satu yang terbanyak adalah warga Korea Selatan (Korsel).
Di 2017, Jiwasraya membukukan laba Rp 360 miliar tapi pencadangannya kurang Rp 7,7 triliun. Seharusnya perseroan rugi jika kondisi pencadangannya cukup. Di tahun yang berikutnya, perusahaan pelat merah ini rugi Rp 15,3 triliun dan pada November 2019 Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas sebesar Rp 27,7 triliun.
Singkatnya, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Rini Soemarno melaporkan kasus gagal bayar dan dugaan korupsi pada 2019. Rini melayangkan laporan pada 17 Oktober 2019 atau sebelum ia purna tugas. Rini hengkang, giliran Erick Thohir yang mengawal laporan ini sampai akhirnya Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka.
Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro, eks Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, eks Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat, Eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan. Kelimanya ditahan di rutan yang berbeda.
Lalu dengan ditangkapnya kelima tersangka bagaimana nasib pembayaran polis Jiwasraya? Ini yang masih ditunggu.
Jiwasraya belum usai, ada lagi BUMN asuransi menjadi sorotan yaitu PT Asabri (Persero). Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan ada dugaan korupsi yang tak jauh berbeda dengan Jiwasraya.
"Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya. Di atas Rp 10 triliun itu," kata Mahfud Md di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).
Tak jauh berbeda dengan Jiwasraya, Asabri juga investasi di saham gorengan. Hal ini diutarakan oleh Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Publik Arya Sinulingga.
Namun, tuduhan tersebut dibantah oleh Direktur Utama Asabri Sonny Widjaja. Sonny membantah ada korupsi di perseroan dan menjamin uang peserta asuransi aman dan tidak hilang. Sonny juga menyentil pihak-pihak yang menuduh perusahaan yang dipimpinnya terlibat korupsi. Sonny bahkan tak segan melayangkan ultimatum kepada pihak-pihak tersebut bila terus-menerus memberikan pernyataan yang tak sesuai fakta valid.
"Jika hal ini terus berlangsung maka, dengan sangat menyesal, saya akan membawanya ke jalur hukum," terang Sonny.
Lalu apa tanggapan Mahfud?
"Oh itu urusan Asabri, sama lah kalau orang ndak ngaku, oh kamu mencuri, pasti bilang tidak, ntar dulu biar diperiksa oleh hukum," ujarnya di Kemenkeu, Jakarta, Jumat (17/1/2020).