Pada 2017, Kementan menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk importir bawang putih sebesar 980.000 ton. Lalu, pada 2018 RIPH yang diterbitkan untuk bawang putih sebesar 1 juta ton, dan pada 2019 sebesar 1,1 juta ton.
Padahal, kebutuhan bawang putih nasional per tahunnya itu hanya 500.000 ton. Menurut Ketua II Pusbarindo Valentino, kebijakan ini akan menimbulkan persaingan tidak sehat di tingkat pedagang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Valentino, besaran penerbitan RIPH ini perlu dievaluasi. Pasalnya, dengan menerbitkan rekomendasi yang besar, akan memberikan kesempatan bagi negara utama importir bawang putih, yakni China untuk memainkan harga.
"Setiap awal tahun China tahu demand bawang putih akan tinggi. Maka mereka menaikkan harga. Itulah yang menyebabkan gejolak harga di sini, karena harga beli sudah tinggi, jadi bisa membuat inflasi di dalam negeri," jelas dia.
Selain itu, pembagian kuota rekomendasi impor ini perlu dibagi rata kepada importir. Sehingga tak ada perbedaan jumlah impor, sehingga impor bawang putih ini dapat dilaksanakan dengan adil.
"Usul kami penerbitan RIPH disesuaikan dengan konsumsi per tahun. Lalu misalnya pengusaha bawang putih ada 15 ya dibagi rata 15. Atau sesuai persyaratan pengusaha importir bawang putih atau tidak," imbuh Valentino.
(hns/hns)