Untuk mencari solusi lainnya, Terawan mengatakan bahwa ia menunggu BPJS Kesehatan membuka data kinerja perusahaan baik kinerja keuangan, maupun kinerja manajemen dan direksi dalam mengelola dana jaminan sosial itu.
"Ya belum waktunya (cari solusi baru) kalau datanya saya sudah dapat lengkap. Sama seperti kalau saya mau memberikan terapi ya saya harus punya diagnosa yang tepat. Kalau diagnosa ndak tepat ya saya takut salah ngasih solusi," kata Terawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya semua itu harus synchronize. Kita kalau mau mendiagnosa itu detail, satu per satu. Ada sesuatu yang kurang kita tanyakan lagi. Kalau saya masih belum lengkap, apa yang menjadi penyakitnya ya saya ndak berani kasih solusi," terangnya.
Namun, Terawan menegaskan bahwa dalam 2 hari ini pihaknya akan memberikan hasil konsolidasi untuk menemukan solusi atas kenaikan iuran peserta kelas III mandiri.
"Tenang saja dalam 1-2 hari ini saya akan terus konsolidasi," ujar Terawan.
Sebagai informasi, per 1 Januari 2020, BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, secara resmi menetapkan kenaikan iuran. Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Peserta Mandiri Kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa. Kemudian, Kelas II naik dari Rp 51.000 jadi Rp 110.000 per jiwa, dan Kelas III naik dari Rp 80.000 ke Rp 160.000 per jiwa.
(fdl/fdl)